This is A Dream?
Di restoan
yang berada di La Rambla mereka makan siang bersama. Keheningan yang dibentuk
oleh keduanya membuat Amanda gugup. Makanpun dia menjaga sikap. Yang biasanya
suka bicara disela-sela mengunyahnya kini tidak. Ditambah lagi kelembutan music
yang dimainkan penyanyi restoran membuat Amanda semakin gugup ditambah senang.
Marc memang hebat dalam memilih tempat, pikir Amanda.
“Amanda,”
ujar Marc yang telah selesai makannya begitupun dengan Amanda. Amanda mendongak
sekaligus deg-degan mendengar panggilan Marc. Apakah Marc akan memintanya untuk
menjadi pacaranya?, ah tidak secepat itu. Mereka baru beberapa hari bertemu dan
rasanya aneh saja jika mereka langsung pacaran, ya kecuali jika keduanya
memiliki perasaan yang sama. Tapi anehnya Amanda malah langsung menyukai Marc.
Cinta pada pandangan pertama kah?, bisa jadi.
“Apakah kau
besok ada waktu luang?,” Amanda menegang oleh pertanyaan Marc. Mungkinkah Marc
akan mengajangnya berkencan?, sebaiknya jangan terlalu berharap Amanda karena
kau besok juga ada janji. “Bagaimana ya besok aku ada janji bertemu dengan
ayahku,” ujar Amanda sebari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tunggu dulu,
apakah tingkah laku Amanda barusan wajar-wajar saja atau aneh?, ah Amanda jadi
serba salah tingkah. Marc mengangguk-ngangguk, “oh begitu. Kalau lusa,
bagaimana?.” Sebenernya juga lusa Amanda ada proyek lukisan yang harus
dikerjakan. Apakah Amanda harus berbohong pada Marc agar dia bisa berkencan
dengan Marc?. Saat Amanda akan memutuskan jawaban dari Marc, Marc mendahuluinya
berbicara, “aku ingin memintakau untuk mometret saat aku bermain motorcross
bersama Alex dan Rabat. Apakah lusa ada waktu?.”
Seketika
saja bahu Amanda turun. Awalnya dia sudah deg-degan mendengar Marc bertanya
tentang hari kosong yang dimilikinya. Dia menyangka Marc akan mengajaknya
kencan atau apa, tapi ternyata malah meminta Amanda untuk memotret Marc dan
teman-temannya yang sedang bermain motorcross. Ah dasar Marc Marquez sudah
membuat Amanda GR.
“Kalau
lusa?,” tanya Marc lagi, sebari tersenyum Amanda menjawab, “Aku sibuk
mengerjakan proyekku Marc. Aku sedang mengerjakan sebuah lukisan.” Ekspresi
wajah Marc berubah. Dia terliahat bangga, kaget dan senang. “Kau seorang
pelukis?,” “masih amatir sih,” ujar Amanda merendahkan diri yang nyatanya
lukisannya sudah mengikuti lomba disana-sini saat di Indonesia dan hasilnyapun
lumayan membanggakan. “Dari dulu aku ingin sekali mempunyai seorang teman
seorang pelukis, aku ingin dilukiskan,” ujar Marc sebari tertawa. Lihat saja Marc kejutan dari proyek
lukisanku kali ini.
“Oiya,”
ujar Marc sebari mengambil Smartphone sari saku jeannya. “Bolehkah aku meminta
nomer hanphonemu?,” Amanda melongo menengarnya. Seriously? “Hey jangan bengong gitu,” ujar Marc menepuk punggung
tangan Amanda. Amanda terperangah dan tawa Marcpun meledak. “Kau kenapa
Amanda?, masih marah denganku?,” tanya Marc masih dengan tertawa. Amanda
cepat-cepat menggelengkan kepalanya, dia sudah masa bodo dengan kejadian
barusan. “Aku perhatikan sikapmu menjadi aneh begini, tidak selugas seperti
biasanya. Apa makanannya kurang enak atau tempatnya kurang bagus?,” “tti..dak
Marc aku baik-baik saja kok. Lihat aku masih selugas apa yang kau pikirkan,”
ujar Amanda sebari merapatkan blezernya, “memang apa yang aku pikirkan tentang
kau?,” walaupun itu candaan tapi membuat pipi Amanda memerah. “Aku hanya
bercanda Amanda,” ujar Marc menghapus air matanya yang keluar karena tertawa.
Segitunya kah Amanda sangat lucu dihadapan Marc?.
“Jadi?,”
“jadi?,” tanya Amanda belum ‘konek’. Marc lagi-lagi tertawa dan pengunjung
restoranpun sempat melihat Marc yang tertawa. “Jadi apa Marc?,” “ya ampun
Amanda masa kau lupa. Bolehkah aku meminta nomer handphonemu?,” Amanda baru
‘ngeh’ dan membulatkan bibirnya. “Kau adalah gadis yang lucu, unik dan
menyenangkan yang pernah aku temui Amanda,” Amanda hanya tersenyum dan
memberikan nomer hanphonenya pada Marc.
bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar