Kamis, 17 April 2014

Just The Way You Are #6 (Fanfiction)




 Like a Thunder Gonna Shake My Heart



    Kedua kakak beradik itu kini sedang berada di kantinnya Maria, mereka berdua berbincang-bincang tentang masalah balapan dan pembicaraan tentang masalah balapan itu harus selesai lantaran Marc mengganti topic pembicaraan. “Aku baru tau kalau Amanda itu anaknya Gerardo,” Alex mengangkat bahu, “iya aku juga baru tau,” dusta Alex. Maria yang mendengar nama anak majikannya itu di perbincangkan langsung mempertajam pendengarannya. Menurutnya ini adalah sesuatu yang langka, belum pernah ada pengunjung yang membicarakan Amanda apalagi yang membicarakannya ini adalah dua orang lelaki tampan nan rupawan.

    “Amanda itu memang memiliki banyak kejutan. Contohnya saja aku tak mengira kalau dia bisa melukis dan sekarang aku dikejutkan bahwa Amanda adalah anaknya Gerardo,” Alex mengangkat bahu malas untuk membahasnya. Sambil menerawang, Marc bercerita tentang Amanda, “aku memang pernah mendengar putri semata wayang dari Garcia Group. Katanya dia adalah gadis yang cantik serta pemalu, tapi taukah kau Alex?,” “apa?.” Sambil masih menerawang Marc tersenyum, “ternyata mereka benar dan juga salah tentang Amanda. Salah karena Amanda bukan orang pemalu, tapi benar karena Amanda sangat cantik.” Alex mengangkat halisnya. Marc menghela napas dan meneguk kopinya hingga habis. “Amanda memang cantik kan?,” tanya Marc pada Alex. Alex mengangguk dan sebuah senyum simpulpun menghiasi wajahnya. 

    “Menurutmu dia pantas tidak denganku?.” Deg… tubuh Alex menegang mendengar perkataan kakaknya. Walaupun itu candaan tapi Alex menganggapnya serius. “Pantas tidak kalau aku jadi pacarnya Amanda?,” “tidak pantas,” ujar Alex spontan. Marc mengernyitkan keningnya, “kenapa?,” “ya..ya Amanda kan dia anak yang baik masa dia harus berpacaran dengan playboy sepertimu.” Marc terkekeh.

    Seseorang disana yang sedang mengupingpun ikut terkekeh. Maria ingin sekali mengatakan ini kepada Amanda besok, itupun jika Amanda datang ke sini.

    “Jadi Amanda harus berpacaran dengan lelaki yang baik, begitu?,” “yaa begitulah,” “ah itu sih kemauanmu saja Alex. Bilang saja kalau Amanda itu cocoknya dengan kau, iyakan?,” canda Marc dan hati Alexpun berdegup kencang.
                                                                        ***
    Hari ini Amanda sangat senang bisa berjalan-jalan dengan ayahnya setelah sekian lama dia tidak bertemu dengan beliau. Ayah dan anak itu pergi ke museum Picaso lalu berjalan-jalan di La Rambla untuk melihat sekumpulan penari yang menarikan tarian Flamenco. Semua pengunjungpun dibuat terpukai dengan tarian tersebut. Amandapun bertepuk tangan dan memotret momen yang sangat membahagiakan ini dengan kamera ponselnya. 

    Setelah mereka selesai menyaksikan tarian Flamenco. Gerardo mengajak putri semata wayangnya itu makan di restoran yang tak jauh dari La Rambla. Amanda sempat bingung memilih menu yang di sajikan oleh restoran tersebut. Dia baru kali ini makan dengan pilihan menu yang sangat mewah. Setelah Amanda memutuskan memesan pesanan yang sama dengan ayahnya, gadis itupun berceloteh tentang kuliah nya di Indonesia. 

    Gerado menyimak dengan antusias apa yang dikatakan oleh Amanda. Dia sangat senang putrinya sudah lulus kuliah dan memutuskan untuk tinggal di Barcelona, walaupun itu hanya sebentar. Baginya, itu sudah cukup. Setelah ada jeda di antara mereka dan sang pramusaji belum mengantarkan pesanan, Gerardo jadi teringat akan ke khawatirannya tentang Marc.

    Lelaki paruh baya itu menopang dagunya dan menatap Amanda dengan serius. “Kau menyukai Marc?,” tanya Gerardo tiba-tiba. Amanda mengernyitkan keningnya mendengar pertanyaan ayahnya, “kenapa ayah bertanya seperti itu?,” “aku hanya bertanya.” “Ya tapi kenapa harus bertanya itu?,” Gerardo tersenyum dan mengelus ubun-ubun Amanda. “Kenapa aku bertanya seperti itu?, karena ayah merasakan kalau kau menyukai lelaki tersebut. Saat kau memperkenalkan lelaki tersebut, saat kau menatapnya dan saat kau menyebutkan namanya ada sesuatu yang beda dengan dirimu. Kau menyukainya kan?, apa aku benar?.” Amanda tersenyum dan rasa panaspun menjalar di pipinya. “Iya ayah benar, aku menyukai Marc,” ujarnya malu-malu. Gerardo sudah menduga bahwa putrinya memiliki perasaan pada Marc. Marc memang mempunyai pesona yang mudah memikat  kaum hawa. 

    Lelaki itu menyenderkan punggungnya dan menghela napas. Melihat respon yang tidak diharapkan oleh Amanda, Amandapun bertanya pada ayahnya. “Ayah, ada apa?.” Gerardo menghela napas berat, “boleh kah aku menasihatimu?,” Amanda mengernyitkan keningnya dan mengangguk. “Mulai dari sekarang sebaiknya kau jangan terlalu dekat dengan lelaki itu, ya?.”
                                                                        ***
    Kedua kakak beradik itu sudah sampai di rumahnya. Marc menyerahkan titipan Momnya yang sedang berada di dapur sementara Alex bermain PSP di ruang keluarga yang tak jauh dari dapur.

    “Mom pernah mendengar gossip tentang anak Garcia Group kan?,” tanya Marc yang menarik kursi di meja makan. “Tidak, mom belum pernah mendengarnya.” Marc menepis angin, “mangkannya sekali-kali menggosip dong mah,” Marc terkekeh. Roser yang sedang mencuci sayuran pun dibuat geleng-geleng kepala mendengar omongan dari anak sulungnya tersebut. “Memangnya kenapa dengan anak Garcia Group?,” tanya Roser berbalik menghadap Marc. Mata Marc berbinar-binar dan dengan antusias bercerita kepada Mom nya.

    “Aku baru tau kalau anaknya itu Amanda, seorang gadis yang aku tolong di La Rambla. Aku tak menyangka saja kalau anak Garcia Group yang selalu di perbincangkan oleh orang-orang sana adalah orang yang aku kenal juga.” Roser membulatkan mulutnya kemudian duduk berhadapan dengan Marc. “Lalu?, apakah ada cerita dibalik itu semua?,” Marc mengangkat halisnya tak mengerti apa yang ditanyakan oleh Roser. “Eum maksudku, bagaimana rupa fisik dari anak Garcia Group?.” Marc menerawang kembali.

    “Nama gadis itu adalah Amanda. Dia memiliki rambut sebahu dan memiliki senyum yang sangat manis. Dia juga baik dan lucu. Dan yang paling aku senangi dari dia adalah dia bisa melukis.” Mom nya senang mendengar Marc tidak bercerita tentang gadis sexy yang selalu hadir di dalam hidupnya. “Apakah dia cantik?,” tanya Roser. “Ya jelas dong Mom. Benar tidak Alex?,” teriak Marc. Alex mengacungkan jempolnya seraya menjawab pertanyaan dari Marc. Roser tersenyum. “Apakah kau menyukainya?,” Marc menarik kepalanya. “Kenapa mom bertanya seperti itu?,” “mom hanya memperingatkan kau untuk tidak mempermainkan gadis itu. Jika kau menyukainya seriuslah dengannya, apakah kau tidak capek diburu dengan wartawan menanyakan tentang asmara mu yang selalu gonta-ganti pacar dan apakah kau tidak risih dengan para  yang men-capmu sebagai playboy diatas karirmu sebagai pembalap?,” ujar Roser menasihati. Mac termenung mendengar omongan dari mom nya. “Tapi mom aku ini masih muda, aku masih belum berniat untuk melakukan hubungan serius,” “jika tidak ingin serius janganlah bermain-main.” Marc menghela napas. “Mau sampai kapan kau mengoleksi mantan?, sampai mantanmu itu berjumlah seperti umurmu sekarang?.” Marc tertawa. Roserpun bangkit berjalan ke arah Marc lalu mengacak-ngacak rambut anak sulungnya tersebut. “Jangan permainkan hati seorang wanita Marc. Apakah kau tidak sempat pikir jika Mommy mu yang diperlakukan seperti itu?, apa yang akan kau lakukan?, pasti kau marahkan?. Nah, jangan kau turuti nafsumu yang gemar mengoleksi mantan Marc,” ujar Roser meninggalkan Marc yang termenung di dapur.
                                                                        ***
    Sungguh, kata-kata yang dilontarkan ayahnya seperti petir yang menyambar dirinya. “K..kenapa aku tidak boleh dekat-dekat dengan Marc yah?, kenapa aku tidak boleh menyukainya?,” tanya Amanda dengan suara parau. Gerardo menghela napas berat dan menegakan kembali posisi duduknya. “Aku hanya tidak ingin kau sakit hati saja Amanda,” Amanda geleng-geleng kepala tak mengerti. Kenapa ayahnya mendadak mencampuri masalah percintaannya?.

    “Bagaimana aku bisa menjamin aku tidak akan sakit hati jika aku menjauhi Marc?, kenapa ayah jadi ikut campur masalah percintaanku? Apakah ayah tidak senang aku mulai membuka hati untuk seseorang?, bukannya dari dulu ayah ingin aku mempunyai pacar agar ada yang melindungiku?,” ujar Amanda panjang lebar. Gerardo mengelus lengan Amanda tetapi ditepis oleh gadis tersebut. “Bukannya aku tidak senang sayang. Hanya saja,” ucapan Gerardo sengaja digantungkan. Amanda mengernyitkan keningnya. Dia butuh jawaban dari semua teka-teki yang ditunjukan oleh ayahnya. 

    “Hanya saja apa, yah?,” “hanya saja…orangnya jangan Marc Marquez?,” tambah Amanda. Gerardo menganggguk. Amanda geleng-geleng kepala, “kenapa?,” tanya Amanda lirih. Bulir-bulir air mata mulai turun dari sudut matanya.

    “Kau tidak tau sifat asli Marc, Amanda!.” Amanda bangkit dari duduknya. Sontak saja pengunjung yang ada disana memperhatikan sebentar ke arah Amanda dan Gerardo. “Jika aku telah mengenal sifat asli Marc, apakah rasa cintaku akan berkurang?, jawabannya tidak Ayah!.” Dan Amandapun keluar dari restoran meninggalkan Gerardo yang geleng-geleng kepala.
                                                                        ***
    Amanda membanting pintu kamar tidurnya dengan keras dan melemparkan dirinya ke kasur. Wajahnya yang cantik ia benamkan dalam bantal. Gadis itu menangis. Dia menangis menjadi-jadi. Baru kali ini dia benar-benar menyukai seseorang dan rasa sukanya itu ditentang oleh ayahnya. “Tuhan, apakah aku salah menyukai Marc?,” ujarnya disela-sela tangis.

Kring…kring…

    Suara ponsel berbunyi. Amanda mengambil tas nya yang tergeletak di bawah dan merogoh isinya untuk menambil ponsel yang bordering. Dilihatnya sebuah nomer yang berkodekan Indonesia. Gadis itu menghapus air matanya dan menjawab panggilan tersebut.

    “Hallo?,” ujar Amanda menstabilkan suaranya. Dia tidak ingin orang yang diseberang sana mengetahui bahwa dirinya sedang menangis. “Amanda ini Mamah,” ternyata Mamahnya Amanda, Lina. “Semuanya baik-baik saja kan sayang?, tadi ayah mu memberitahuku bahwa kau membutuhkan ku. Ada apa sayang?,” Amanda menggigit bibir bawahnya. Benar, dia membutuhkan Mamahnya. Dia membutuhkan bahu untuk tempatnya memangis. 

    Dan seketika tangis Amanda pecah. “Amanda?, kenapa sayang?, apakah Mamah harus ke Barcelona?,” ujar Lina dengan nada khawatir. Amanda menggelengkan kepala, “tidak usah Mah. Hanya saja Amanda tidak mengerti saja.” “Tidak mengerti kenapa sayang?, kau tidak lolos dalam kompetisi melukis disana?,” “bukan Mah,” “lalu?.”
                                                                        ***
    Lelaki itu masih terdiam di dapur. Kata-kata Mom nya terus terngiang dalam ingatannya. “Jika tidak ingin serius janganlah bermain-main,” ucapnya mengulangi apa yang dikatakan Roser. Lelaki itu mengangkat bahunya dan mengambil ponselnya di saku. “Siapa yang ingin bermain-main dengan Amanda, punya perasaan saja tidak.” Lalu lelaki itu memijit tombol panggil ke nomer Amanda.

bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar