Senin, 21 April 2014

Three Spaniard #2 (Fanfiction)



Three Spaniard



#PELURU2

S.O.S
Temui aku di Café Lopez. Sekarang!
-JL

Keduanya mengangguk dan bergegas menuju tempat yang Jorge minta.

Di Café Lopez sana Jorge sudah duduk di deretan kursi paling belakang. Dia gelisah menunggu temannya yang tak kunjung datang. Dan akhirnya Marc dan Dani pun menampakan batang hidungnya.

“Kalian lama sekali,” ujar Jorge menyilahkan Marc dan Dani duduk.

Marc yang terengah-engahpun angkat bicara. “Memang ada apa kau mengirim pesan kepada kami dengan kalimat S.O.S. Memangnya ada tugas dari Dorna ya?” 

Jorge mengisyarakat kepada Marc untuk mengecilkan volume suaranya. “Please your volume Marc”

“oh maaf Jorge.”

“Jadi ada tugas dari Dorna?” tanya Dani sedikit berbisik. Lelaki berkepala hampir botak itu menghela napas dan melipat lengannya di atas meja. “Ini lebih dari tugas yang diberikan oleh Dorna” Marc dan Dani mengkerutkan keningnya. 

“Tadi saat aku masuk ke ruang kerja Dona aku melihat sekumpulan berkas yang berserakan. Aku tidak membaca isi dari berkas tersebut aku hanya sempat melihat kop suratnya saja,” ujar Jorge sebari menerawang.

“Dan kop surat itu serasa tidak asing lagi buat ku, aku pernah melihatnya! Tapi aku tidak tau aku melihatnya dimana.”

“Bisakah kami melihat gambar kop surat itu?” pinta Marc. Jorge mengkerutkan keningnya, tak mengerti. “Apakah kau memoto kop suratnya?” tanya Dani. Jorge memukul jidatnya, “sial! Aku tidak memotonya, aku tidak sempat pikir untuk melakukan itu.”

Marc dan Dani pun mendengus kesal. 

“Okey kita lupakan kop surat itu. Jadi ada yang ingin kau sampaikan dengan kop surat itu?” Jorge mentap Marc dan memberikan jempol untuk pertanyaannya.

“Sebenarnya bukan kop surat itu saja yang aku ingin sampaikan kepada kalian. Saat Dorna mengangkat telepon aku iseng mengupingnya. Dan sepertinya Dorna menyembunyikan rahasia kepada kita.”

Dani tertawa kecil. “Rahasia? Manamungkin Dorna menyembunyikan rahasia. Lagian wajarkan seorang pemimpin mempunyai rahasia.” 

“Tapi Dani seorang pemimpin itu harus bekerja transparan kepada bawahannya,” tambah Marc. Jorge mengangguk-ngagguk mendengarnya.

“Jadi pembicaraan Dorna itu menjurus kepada kita. Kenapa aku bisa berkata seperti itu? Karena Dorna berkata bahwa mereka bertiga tidak akan tau dan mereka bertiga sudah aku beri libur sehingga tidak akan mencampuri urusan kita.”

“Mereka bertiga? Bukan karena kita selalu bertiga Dorna sedang membicarakan kita Jorge,” “tidak Marc, aku yakin Dorna membicarakan kita! dan aku yakin bahwa ada sesuatu yang lelaki itu lakukan tanpa kita ketahui. Perasaanku tidak pernah salah Marc.” 

Mendengar itu Dani tertawa. “Kau ini selalu saja percaya dengann perasaanmu. Bagaimana kalau perasaanmu itu salah Jorge?”

Jorge menggelng, “dengar feeling ku tidak pernah salah.”

                                                                        ***
Gadis itu menatap kosong kepada mentari yang akan tenggelam. Di depan ombak Ibiza yang saling berkejar-kejaran gadis itu berdiri. Dia sedang menunggu seseorang. Dan pelukan dari tangan kekar seorang lelaki mengagetkan gadis itu.
Gadis itu berbalik, “aku menunggumu dari tadi,” ujar gadis berambut keriting itu. “Maaf aku ada urusan sebentar.” Gadis itu tesenyum dan seketika ekspresi wajahnya berubah. 
“Scott,” panggil gadis itu. 
“Iya sayang?”
“Sampai kapan aku melakukan ini?”
Lelaki yang bernama Scott itu menghela napas dan mengajak gadis tersebut untuk berkeliling sebentar di pantai Ibiza.
Keduanya tampak berbincang-bincang mengenai liburan yang mereka impikan. Gadis itu melupakan apa yang ditanyakan tadi kepada Scott.
"Jika aku sudah mempunyai uang banyak aku akan mengajak kau keliling dunia,” janji Scott sebari mencium kening gadisnya. Gadis itu tersenyum dan teringat akan pertanyaanya. 
“Jadi sampai kapan aku melakukan ini Scott?”
Lelaki itu terdiam dan menatap wajah kekasihnya yang cantik. “Bisakah kau tidak bertanya itu lagi, sayang? Karena akupun tidak tau sampai kapan kau berbuat seperti itu.”
Gadis itu menuduk. Sebenarnya dia muak jika harus hidup dalam kepura-puraan. “Dengar,” ujar Scott memegang dagu kekasihnya. “Kau ingin bahagia kan? Ikuti saja apa yang dikatakan Vale,” gadis itu mengangguk walaupun hatinya menggeleng.
                                                                        ***
Trio Spanyol itu keluar dari Café Lopez dengan sebuah masalah yang mungkin tidak menjadi masalah. Marc dan Dani tidak menanggapi serius tentang kop surat tersebut, itupun karena belum ada bukti berbahaya yang menjurus kepada kop tersebut.
Langit Spanyol sudah mulai gelap. Ketiganya berjalan kaki menuju apartemen dan rumah mereka yang cukup jauh dari Cafe Lopez. Dani, pemuda dengan halis tebal itu teringat akan sesuatu. Mengapa tidak berbicara di apartemen Marc saja? Begitulah pertanyaan yang terlintas di pikiran Dani.
“Jorge, kenapa kita tidak membicarakan ini di apartemen Marc saja? Kalau di apartemen Marc kita bisa sesuka hati mengatur volume suara kita. Tidak seperti tadi, kita saling berbisik satu sama lain seperti ibu arisan.”
Jorge tertawa. “Maaf ya.. karena tadi aku ingin cepat-cepat menyampaikan ini kepada kalian dan karena Café itu dekat dengan kantor Dorna jadi aku memutuskan untuk kita bertemu disitu.”

“Kau ini pengen enaknya saja Jorge!” Dani memukul ringan kepada lengan Jorge. 
“Maafkan aku ya,” Jorge tertawa. 
“Sudah lah tak usah dibahas itu sudah terjadikan?”  ujar Marc.
Jorge merangkul Marc. “Perkataanmu itu dewasa sekali Marc.” 
“Memangnya kamu Jorge yang seperti anak kecil.” Jorge melirik ke arah Dani dan menjulurkan lidahnya. 

“Ngomong-ngomong Marc, bagaimana acara kencan mu itu? Apakah baik-baik saja?” Marc tersenyum dan melepaskan rangkulan Jorge.
“Ya begitulah Jorge. Seperti kencan pada umumnya saja bagaimana.”

 Dani tertawa dan kali ini lelaki itu merangkul Marc. “Kau ini, semenjak Jorge menekuni pekerjaan mata-mata dia tidak pernah kencan Marc.” Jorge angkat bicara membela dirinya. “Aku takut pacar ku di salah gunakan oleh musuhku Dani.” Dani dan Marc tertawa.
Dani melepaskan rangkulannya dan berjalan arah yang lain karena dari perempatan situ rumahnya sudah tidak searah lagi dengan Marc dan Jorge.
“Well Marc, bagaiman rupa pacarmu itu?”
Marc menatap Jorge, “dia bukan pacarku.” 

“Tapi nanti jadi pacarkan?” Marc tersenyum-senyum. 

“Kau tidak akan mengenalkannya pada kami?” 

“Bagaimana yaa bukannya aku tidak mau, aku takut orang yang aku sukai direbut oleh kalian.” Canda Marc. Dan keduanyapun tertawa.
                                                                        ***
Sebelum ke rumahnya, Dani mengunjungi supermarket yang hanya berjarak beberapa blok dari rumahnya. Lelaki itu teringat akan persediaan dapurnya yang menipis.
Dibukanya pintu supermarket tersebut. Sepi, seperti biasa. Hanya ada beberapa pengunjung saja yang mengunjungi supermarket itu. Maklum, para tetangga Dani lebih senang berbelanja langsung ke pasar atau ke mall.
Lelaki itu mengambil keranjang dan mulai mengambil mie instan yang tempatnya bersebelahan dengan kosmetik seperti parfume dan bedak. Lewat celah-celah tempat mie intan, mata lelaki itu menangkap sosok seorang gadis memakai syal kuning sedang mecoba-coba parfume. Setelah gadis tersebut memilih parfume tersebut dan menyimpannya di keranjang belanjaannya seketika itu juga Dani melanjutkan pencarian akan kebutuhan dapurnya.
Setelah semua yang dibutuhkannya masuk ke dalam keranjang belanjaannya, ia menyerahkan kepada kasir. Lelaki itu melihat-lihat cokelat yang disimpan dikasir dan tiba-tiba saja dia menemukan sebuah kartu tanda penduduk yang terjatuh. Dani memungutnya dan melihat nama dari sang pemilik kartu itu. 
Karen. 

“Sepertinya KTP ini milik gadis yang aku lihat,” ujarnya dan bergegas ke luar mencari sang pemilik. Dan rupanya pemilik itu sudah pergi.


                                                                        ***
Di dalam mobil Camaro berwarna abu-abu, gadis itu gelisah lantaran dia tidak menemukan KTP di dalam dompetnya. Lelaki yang tak lain adalah kakaknya itu menangkap ekspresi adiknya yang menyiratkan akan ke khwatiran.

“Kenapa?”

“KTP ku sepertinya hilang.” Lelaki itu mengkerutkan keningnya. “Sepertinya terjatuh di supermarket tadi,” tambah gadis itu kemudian menatap kakaknya dengan penuh harap. 

“Kita kembali ke supermarket tadi ya?”

Dengan malas lelaki itu berkata, “sudahlah Karen kita langsung saja ke kantor polisi.” Gadis itu mengembungkan pipinya dan mengangguk.

bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar