Still and Still
Pemuda itu Nampak sedang kacau. Ekspresinya
menyiratkan kalau suasana hatinya tidak sedang bagus. Gadis yang diantar kan ke
rumahnyapun menangkap ekspresi Marc yang kacau itu. Gadis itu tidak berkata
apa-apa dan saat gadis itu menghampiri Marc, pemuda itu buka suara.
“Aku kesal,” ujar Marc.
Amanda mengkerutkan keningnya.
“Mantan pacarku menuduh kalau aku adalah ayah
bayi yang sedang dikandungnya.”
Deg…
Seketika raut wajah Amanda berubah. Lututnya
lemas. Dia tak menyangka kalau Marc akan berkata seperti itu. Ayah bayi yang
sedang dikandung oleh mantan pacarnya? Jika itu benar….entahlah mungkin Amanda
akan berhenti menyukai Marc, walaupun itu sulit.
“Lalu?” tanya Amanda dengan suara yang
dipaksakan.
Pemuda itu mengangkat bahunya dengan santai.
“Aku memang pernah tidur dengaannya.”
Mata Amanda terbelalak. Ya Tuhan… kenapa
Amanda harus menyukai orang ini.
“Tapi demi Tuhan aku tidak pernah melakukan
itu kepadanya.”
Hening. Tak ada respon dari Amanda. Keduanya
tenggelam dalam pikirrannya masing-masing. Dan tanpa sadar Amanda meneteskan
air matanya. Marc melihatnya dan bertanya kepada Amanda.
“Kau kenapa?” Amanda cepat-cepat menghapus
air matanya.
“A..aku tidak apa-apa,” dustanya.
“Kalau begitu ayo kita pergi.”
“Marc…” ujar Amanda. Marc menoleh.
“Sepertinya aku tidak bisa pergi sekarang.
Aku lupa lagi kalau hari ini mamah ku akan datang kesini. Maaf ya Marc, mungkin
lain kali saja.” Ujar Amanda tiba-tiba lari meninggalkan Marc yang bengong.
“Kenapa sih anak itu? Aneh,” gumam Marc dan
diapun pergi menuju tempat dimana adiknya dan Rabbat sedang menunggu.
*****
Amanda membanting pintu kamar tidurnya. Gadis
itu menyenderkan punggungnya dan menangis sesenggukan. Kenapa menyukai Marc
harus sesakit ini? Kenapa juga dia harus menyukai lelaki itu? Sekarang apa yang
harus dia lakukan? Berhenti menyukai Marc atau meneruskannya?
Gadis itupun menghampiri lukisan dengan masih
menangis. Dibukanya kain putih itu dan melihat lukisan yang hampir selesai.
Lukisan itu adalah lukisan Marc Marquez. Dia berencana memberikan lukisan itu
kepada Marc sebagai hadiah ulangtahunnya.
Karena dia ingin menjadi pelukis
professional, maka dari itu dia harus meneruskan lukisan tersebut walaupun jika sudah selesai lukisan itu tidak
akan ada feel nya.
****
Baru beberapa menit Marc, Alex dan Rabat
bermain motorcross dan sekarang mereka harus berhenti lantaran ada 3 orang
gadis cantik nan seksi yang menghampiri mereka. Sebenarnya ketiga gadis itu
menghampiri Marc tapi entah mengapa Alex dan Rabat malah berhenti bermain juga.
Keduanya memperhatikan Marc yang sedang
berfoto-foto ria bersama tiga gadis berpakaian minim tersebut. Marc tampak
sangat senang menerima kedatangan mereka. Lengannya dengan leluasa memegang
pinggul mereka bahkan memeluknya.
“Belangnya keluar lagi deh,” ujar Rabat.
Alex hanya diam mendengar ocehan Rabat. Dia
menatap Marc dan sepertinya ada yang hilang. Dia berpikir sangat keras apa yang
hilang itu dan seketika dia teringat bahwa tadi Marc tidak membawa Amanda.
“Kemana Amanda?” gumam Alex.
“Amanda?” tanya Rabbat.
Alex menoleh pada Rabbat dan menceritakan
siapa itu Amanda.
“Kau menyukainya ya?” tuduh Rabbat.
Pipi Alex memerah, ketauan kalau dia menyukai
Amanda. “Siapa bilang. Kau hanya mengada-ngada.”
“Tapi wajah mu merah. Ahahhaaa sudahlah jujur
saja kalau kau menyukainya.”
Dan saat itu Marc datang.
“Siapa yang menyukai siapa?”
Saat Rabbat akan berucap, Alex sudah
mendahuluinya.
“Kemana Amanda?” tanyanya mengalihkan pembicaraan.
Marc menatap Alex sebentar lalu mengangkat
bahunya. “Katanya mamahnya datang hari
ini ke Spanyol.”
“Mendadak sekali,” ujar Alex.
Marc mengangguk. “Ayo kita lanjutkan apa yang
tadi tertunda.”
*****
Amanda memandang kosong kepada lukisannya
yang sudah selesai. Dia menghela napas dan bangkit dari duduknya.
Dia telah berbohong pada Marc bahwa mamah nya
akan datang kesini. Tapi, jika dirinya tidak berbohong mungkin dia sudah
menangis di hadapan Marc. Ah Amanda, kenapa dirinya harus menyukai Marc. Dia
menyesal lantaran tidak mendengarkan nasihat ayah nya dulu. Jangan terlalu
dekat dengan Marc Marquez.
Gadis itu menenggak air mineral yang ia ambil
di kulkas. Dinginnya air itu cukup untuk menenagkan hati nya yang terluka.
“Apa… aku kembali saja ke Indonesia?”
tanyanya pada diri sendiri.
*****
Setelah bermain motorcross dan pulang ke
rumahnya, Alex diminta untuk pergi ke rumah Amanda untuk memberikan poto
keluarga yang akan dilukisnya. Marc sudah memberi tau kalau mamahnya Amanda
sedang ada di sini dan mungkin saja mereka tidak ingin diganggu, tapi Alex
tetap saja pergi ke rumah Amanda.
“Aku kan hanya menyerahkan poto ini saja,
sudah itu ya sudah pulang.” ujarnya.
Hati Alex berkata lain bahwa bukan karena ada
mamah nya Amanda tidak jadi melihat mereka menunggangi motorcross. Ada sesutau
yang lain.. mungkinkah ini ada hubungannya dengan Marc?
Alex memencet bel rumah Amanda. Tak usah
menunggu lama sang pemilik rumah langsung membukakan pintu.
“Amanda.” Alex kaget melihat mata Amanda yang
sembab.
“Ayo masuk,” suruh Amanda tidak memperdulikan
eskpresi Alex yang kaget.
“eum… katanya mamah mu ke sini ya?” tanya
Alex.
Amanda menghela napas dan pergi ke dapur
untuk mengambil minum untuk Alex.
Alex duduk di sofa yang berwarna cream. Dia
tidak melihat tanda-tanda ada orang di rumah ini selain Amanda.
Amanda keluar membawakan nampan yang berisi
air dan duduk di sebelah Alex.
“Aku hanya ingin menyerahkan ini,” ujar Alex
menyerahkan amplop berwarna cokelat.
“Isinya poto keluarga ku. Mommy ku ingin kau
melukiskannya.”
Amanda mengangguk dan menyimpan di meja yang
ia mudah jangkau.
“Matamu sembab. Kau habis menangis?” ujar
Alex memerhatikann mata Amanda.
Amanda mengucek-ngucek matanya. “Tidak kok.
Ini hanya kelilipan saja.” Amanda pun tertawa, tapi terdengar sekali bahwa
tawanya sumbang.
“Kau menyembunyikan sesuatu?”
Amanda berhenti tertawa dan menatap Alex. Oh
Tuhan… Alex mirip sekali dengan Marc. Dan seketika saja air matanya menetes
bagaikan keran air.
Awalnya Alex ragu-ragu memeluk Amanda, tapi
mungkin Amanda butuh pelukan dari seseorang.
“Sudah jangan menangis..” ujarnya.
Amanda manarik dirinya dan menghapus
airmatanya.
“Alex…” ujarnya.
“Bisakah aku mempercayai mu?”
Alex mengangguk.
*****
Marc sedang mendengarkan music di kamarnya
dan menangkap benda berbentuk pipih di meja belajarnya. Dia bangkit dari tempat
tidurnya dan mengambil benda pipih tersebut.
“Ini kan ponsel Alex,” ucap Marc. “Rupanya
dia lupa membawa ponselnya.”
Lelaki itu kembali lagi ke tempat tidurnya
dan membuka ponsel Alex yang tak bersandi.
“Ini…. Amanda?!” ujarnya kaget saat melihat wallpaper
ponsel Alex.
“Kenapa wallpaper ponsel Alex poto Amanda?”
*****
“Aku… menyukai seseorang,” ujar Amanda
memulai ceritanya.
Alex menghela napas. Dia sudah tau arah
pembicaraan ini kemana.
“Seharusnya aku tidak menyukainya dan
seharusnya juga aku mendengar nasihat
ayah ku.”
Amanda menarik napas sebentar dan menatap
Alex.
“Orang yang kau sukai itu,”
Amanda memalingkan wajahnya dan melanjutkan
perkataan Alex. “Adalah kakakmu Alex.”
*****
Alex sudah menduganya dan tidak menyangka
bahwa orang yang disukainya mengatakan langsung kepadanya. Alex hanya
membulatkan bibirnya menanggapi apa yang telah dikatakan oleh Amanda.
“Adakah sesuatu yang aku tidak aku ketahui
tentang Marc?” tanya Amanda.
“Banyak.” Sepertinya Alex cemburu dan marah
terhadap Marc.
Amanda menangis kembali. Alex mendekatkan
diri kepada Amanda dan menariknya kedalam pelukan.
“Sudah jangan menangis lagi. Marc memang
bodoh. Dia tidak peka jika ada seseorang yang menyukainya.” Sepertinya
kata-kata itu juga dilontarkan untuk Amanda.
Tangis Amanda malah makin menjadi-jadi.
“A…Aku sangat menyukainya Alex, salah kah aku
jika menyukainya?”
Iya salah Amanda, seharusnya kau tidak
menyukai kakak ku.
“Tidak ada yang salah ataupun disalahkan
dalam hal ini Amanda.”
Amanda mendongak dan menghapus air matanya.
“Sudah ya jangan menangis lagi.” Jari-jari
Alex pun menghapus air mata yang berjatuhan dari mata indah Amanda.
“Well…” Amanda melepaskan pelukan Alex. “Aku
akan menyelesaikan lukisannya sekitar 3 harian.” Ujarnya mengganti topic
pembicaraan.
“Santai saja Amanda.”
Amanda menggeleng. “AKu tidak bisa
santai-santai Alex. Aku akan pulang ke Indonesia minggu depan.”
*****
Marc sudah ada di café Lopez. Tadi ada
telepon dari Gerardo yang menyuruhnya untuk bertemu. Persaan Marc jadi tidak
enak. Ada apa Gerardo menyuruhnya untuk bertemu? Ah mungkin saja dia ingin
membicarakan masalah pekerjaan. Tapi pekerjaan yang mana?
“Maaf sudah menunggu lama.”
Lelaki yang masih kelihatan muda itu menarik
kursi dan duduk di depan Marc.
“Tidak apa-apa, aku juga baru sampai.”
Gerardo berdehem. “Langsung saja ke inti
permasalahan.”
Marc mengkerutkan keningnya.
Gerardo menatap Marc lekat dan berkata, “apa
yang telah kau lakukan pada Amanda?”
*****
“Kau akan pulang ke Indonesia minggu depan?
Kenapa? aku kira kau akan tinggal di sini.”
Amanda mengangkat bahunya. “Ya kupikir juga
begitu.”
“Lantas?”
“Entahlah Alex. aku hanya ingin pulang saja dan
menenangkan pikiranku.”
“Dan menyingkirkan Marc dari hatimu?” tanya
Alex tiba-tiba.
“Kau juga berbohong pada Marc bahwa hari ini
mamah mu akan datang ke sini yang ternyata tidak. Kau ini kenapa Amanda? Kau
ada masalah apa dengan Marc?”
Amanda menghela napas dan menatap lukisan
bunga matahari yang terpajang di dinding ruang tamu nya.
“Tadi mantan Marc menuduh kalau dirinya
adalah ayah dari anak yang dikandungnya.”
Alex memutar matanya. Ah tuduhan itu. berapa
banyak tuduhan yang dilayangkan kepada Marc dengan topic yang sama.
Kau-adalah-anak-dari-bayi-yang-aku-kandung-Marc-Marquez! Ya Tuhan… memang Marc
sering gonta-ganti pacar dan tidak dapat dipungkiri kalau dari sekeian banyak
tuduhan itu ada benarnya. Terlebih gaya berpacaran Marc yang ekstrime.
“Alex, apakah.. Marc memang pernah tidur
bersama seorang wanita?” tanya Amanda hati-hati.
Bukan pernah lagi Amanda, malahan sering.
“Yaaa begitulah..”
Amanda tersenyum, tapi senyumnya seperti ia
paksakan.
“Marc banyak mantannya ya?”
“Iya,”
“Pantas, Marc kan ganteng sementara aku?”
Alex menghela napas.
“Jadi kau akan pulang ke Indonesia minggu
depan? Tepatnya hari apa?” tanya Alex mengalihkan pembicaraan.
Amanda menatap Alex dan tersenyum simpul.
“Jangan mengganti topic pembicaraan Alex.”
****
Marc kaget dengan pertanyaan yang Gerardo
ajukan kepada dirinya. Maksudnya apa?
“Maksudnya? Aku tidak mengerti apa yang kau
katakan Gerardo.”
“Tadi Amanda meneleponku, dia berkata bahwa
minggu depan ia akan pulang ke Indonesia. Dan dia menelepon sambil menangis.
Apakah ini ada hubungannya dengan mu?”
Marc mengangkat halisnya. “Pulang ke
Indonesia? Dan menelepon sambil menangis? Tunggu dulu. Bukannya sekarang mamah
nya Amanda datang ke sini?”
Gerardo kaget. Istrinya tidak memberitahunya
kalau sekarang ia ada di Spanyol.
*****
Indonesia.
Wanita itu sedang sibuk dengan rajutan ketika
dering telepon menyuruhnya untuk menghentikan pekerjaannya.
“Halo?”
“Ini aku Gerardo,” ujar seseorang di seberan
sana.
Lina kaget, ada apa mantan suaminya itu
meneleponnya.
“Ada apa Gerardo? Apakah Amanda baik-baik
saja?”
“Sekarang kau ada dimana?”
“Hah, apa maksudmu?”
“Sekarang kau ada dimana? Spanyol?” tanya
Gerardo sekali lagi.
“Tentu saja ada dirumah, di Indonesia. Memang
kenapa? apakah Amanda baik-baik saja?”
“Apakah kau ada rencana untuk pergi ke
Spanyol?”
“Tidak. Sebenarnya ada apa Gerardo? Amanda
baik-baik sajakan?”
“Tanyakan saja kepada Amanada. Mungkin
sekarang dia membutuh kanmu.”
Klik. Telepon ditutup.
Lina kembali lagi merajut. Pikirannya
melanglang buana. Apakah Amanda baik-baik saja? semoga.
*****
Spanyol.
“Jika kau membutuhkan bantuan, hubungi aku
saja.” tawar Alex.
“Iya. Terimakasih Alex.”
Alex tersenyum dan berpamitan kepada Amanda.
Saat Alex memegang kenop pintu ia jadi
teringat sesuatu.
“Amanda,” ujarnya membalikan badan.
“Besok Marc ulangtahun dan mengadakan pesta
kecil-kecilan di rumah. Mau kah kau datang ke pesta ulangtahun Marc? mommy
pasti akan sangat senang.”
Amanda tersenyum. “Lihat situasi besok.
Terimakasih sudah mengundang.”
Alex mengangguk dan memutar kenop pintu lalu
meninggalkan rumah Amanda.
*****
“Aku tidak mengerti kenapa Amanda berbohong
kepadaku.”
Gerardo mengetuk-ngetuk jarinya dan menatap
Marc kemabali.
“Sebenarnya Amanda kenapa? apa yang telah kau
lakukan pada putriku?”
“Kenapa kau bertanya seperti itu? aku tidak
melakukan apa-apa kepada Amanda.”
“Kau tidak bohong kan?” tanya Gerado masih
tak percaya dengan jawaban Marc.
“Aku tidak bohong. Tadi pagi memang aku
bersama Amanda dan aku ajak ke rumah. Tapi itu kemauan Ibu ku karena dia ada
bisnis dengan Amanda. Lalu aku mengajaknya untuk melihat aku bermain
motorcross, tapi pada saat itu Amanda berkata bahwa dia lupa kalau hari ini
Ibunya datang,” papar Marc.
Gerardo menghela napas. “Kenapa Amanda
berbohong dengan mengatakan bahwa Ibu nya hari ini akan datang ke Spanyol?
Pasti ada apa-apa. Sebelumnya kau sudah berkata apa kepada Amanda, Marc?”
Marc mengingat-ngingat. Oiya dia bercerita
tentang mantannya yang menuduh dia kalau dia adalah ayah dari bayi yang di
kandung mantannaya. Tapi, tak mungkin kan Marc berkata bahwa dia berkata itu
kepada Gerardo.
“Tidak aku tidak berkata apa-apa. Memang
kenapa Gerardo? Dan juga kenapa aku yang dipanggil?”
Gerardo menatap Marc. Rupanya putri nya itu memendam
perasaannya.
“Putriku menyukaimu Marc.”
bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar