Rabu, 04 Juni 2014

Just The Way You Are #8 (fanfiction)



Still and Still 


Pemuda itu Nampak sedang kacau. Ekspresinya menyiratkan kalau suasana hatinya tidak sedang bagus. Gadis yang diantar kan ke rumahnyapun menangkap ekspresi Marc yang kacau itu. Gadis itu tidak berkata apa-apa dan saat gadis itu menghampiri Marc, pemuda itu buka suara.

“Aku kesal,” ujar Marc.

Amanda mengkerutkan keningnya.

“Mantan pacarku menuduh kalau aku adalah ayah bayi yang sedang dikandungnya.”

Deg…    

Seketika raut wajah Amanda berubah. Lututnya lemas. Dia tak menyangka kalau Marc akan berkata seperti itu. Ayah bayi yang sedang dikandung oleh mantan pacarnya? Jika itu benar….entahlah mungkin Amanda akan berhenti menyukai Marc, walaupun itu sulit.

“Lalu?” tanya Amanda dengan suara yang dipaksakan.

Pemuda itu mengangkat bahunya dengan santai. “Aku memang pernah tidur dengaannya.”

Mata Amanda terbelalak. Ya Tuhan… kenapa Amanda harus menyukai orang ini.

“Tapi demi Tuhan aku tidak pernah melakukan itu kepadanya.”

Hening. Tak ada respon dari Amanda. Keduanya tenggelam dalam pikirrannya masing-masing. Dan tanpa sadar Amanda meneteskan air matanya. Marc melihatnya dan bertanya kepada Amanda.

“Kau kenapa?” Amanda cepat-cepat menghapus air matanya.

“A..aku tidak apa-apa,” dustanya.

“Kalau begitu ayo kita pergi.”

“Marc…” ujar Amanda. Marc menoleh.

“Sepertinya aku tidak bisa pergi sekarang. Aku lupa lagi kalau hari ini mamah ku akan datang kesini. Maaf ya Marc, mungkin lain kali saja.” Ujar Amanda tiba-tiba lari meninggalkan Marc yang bengong.

“Kenapa sih anak itu? Aneh,” gumam Marc dan diapun pergi menuju tempat dimana adiknya dan Rabbat sedang menunggu.

                                                                        *****
Amanda membanting pintu kamar tidurnya. Gadis itu menyenderkan punggungnya dan menangis sesenggukan. Kenapa menyukai Marc harus sesakit ini? Kenapa juga dia harus menyukai lelaki itu? Sekarang apa yang harus dia lakukan? Berhenti menyukai Marc atau meneruskannya?

Gadis itupun menghampiri lukisan dengan masih menangis. Dibukanya kain putih itu dan melihat lukisan yang hampir selesai. Lukisan itu adalah lukisan Marc Marquez. Dia berencana memberikan lukisan itu kepada Marc sebagai hadiah ulangtahunnya.

Karena dia ingin menjadi pelukis professional, maka dari itu dia harus meneruskan lukisan tersebut  walaupun jika sudah selesai lukisan itu tidak akan ada feel nya.

                                                                        ****
Baru beberapa menit Marc, Alex dan Rabat bermain motorcross dan sekarang mereka harus berhenti lantaran ada 3 orang gadis cantik nan seksi yang menghampiri mereka. Sebenarnya ketiga gadis itu menghampiri Marc tapi entah mengapa Alex dan Rabat malah berhenti bermain juga.

Keduanya memperhatikan Marc yang sedang berfoto-foto ria bersama tiga gadis berpakaian minim tersebut. Marc tampak sangat senang menerima kedatangan mereka. Lengannya dengan leluasa memegang pinggul mereka bahkan memeluknya.

“Belangnya keluar lagi deh,” ujar Rabat.

Alex hanya diam mendengar ocehan Rabat. Dia menatap Marc dan sepertinya ada yang hilang. Dia berpikir sangat keras apa yang hilang itu dan seketika dia teringat bahwa tadi Marc tidak membawa Amanda.

“Kemana Amanda?” gumam Alex.

“Amanda?” tanya Rabbat.

Alex menoleh pada Rabbat dan menceritakan siapa itu Amanda.

“Kau menyukainya ya?” tuduh Rabbat.

Pipi Alex memerah, ketauan kalau dia menyukai Amanda. “Siapa bilang. Kau hanya mengada-ngada.”

“Tapi wajah mu merah. Ahahhaaa sudahlah jujur saja kalau kau menyukainya.”

Dan saat itu Marc datang.
 
“Siapa yang menyukai siapa?”

Saat Rabbat akan berucap, Alex sudah mendahuluinya.

“Kemana Amanda?” tanyanya mengalihkan pembicaraan.

Marc menatap Alex sebentar lalu mengangkat bahunya.  “Katanya mamahnya datang hari ini ke Spanyol.”

“Mendadak sekali,” ujar Alex.

Marc mengangguk. “Ayo kita lanjutkan apa yang tadi tertunda.”

                                                                        *****
Amanda memandang kosong kepada lukisannya yang sudah selesai. Dia menghela napas dan bangkit dari duduknya.

Dia telah berbohong pada Marc bahwa mamah nya akan datang kesini. Tapi, jika dirinya tidak berbohong mungkin dia sudah menangis di hadapan Marc. Ah Amanda, kenapa dirinya harus menyukai Marc. Dia menyesal lantaran tidak mendengarkan nasihat ayah nya dulu. Jangan terlalu dekat dengan Marc Marquez.

Gadis itu menenggak air mineral yang ia ambil di kulkas. Dinginnya air itu cukup untuk menenagkan hati nya yang terluka. 

“Apa… aku kembali saja ke Indonesia?” tanyanya pada diri sendiri.

                                                                        *****
Setelah bermain motorcross dan pulang ke rumahnya, Alex diminta untuk pergi ke rumah Amanda untuk memberikan poto keluarga yang akan dilukisnya. Marc sudah memberi tau kalau mamahnya Amanda sedang ada di sini dan mungkin saja mereka tidak ingin diganggu, tapi Alex tetap saja pergi ke rumah Amanda.

“Aku kan hanya menyerahkan poto ini saja, sudah itu ya sudah pulang.” ujarnya.

Hati Alex berkata lain bahwa bukan karena ada mamah nya Amanda tidak jadi melihat mereka menunggangi motorcross. Ada sesutau yang lain.. mungkinkah ini ada hubungannya dengan Marc?

Alex memencet bel rumah Amanda. Tak usah menunggu lama sang pemilik rumah langsung membukakan pintu.

“Amanda.” Alex kaget melihat mata Amanda yang sembab.

“Ayo masuk,” suruh Amanda tidak memperdulikan eskpresi Alex yang kaget.

“eum… katanya mamah mu ke sini ya?” tanya Alex.

Amanda menghela napas dan pergi ke dapur untuk mengambil minum untuk Alex.

Alex duduk di sofa yang berwarna cream. Dia tidak melihat tanda-tanda ada orang di rumah ini selain Amanda.

Amanda keluar membawakan nampan yang berisi air dan duduk di sebelah Alex.

“Aku hanya ingin menyerahkan ini,” ujar Alex menyerahkan amplop berwarna cokelat.

“Isinya poto keluarga ku. Mommy ku ingin kau melukiskannya.”

Amanda mengangguk dan menyimpan di meja yang ia mudah jangkau.

“Matamu sembab. Kau habis menangis?” ujar Alex memerhatikann mata Amanda.

Amanda mengucek-ngucek matanya. “Tidak kok. Ini hanya kelilipan saja.” Amanda pun tertawa, tapi terdengar sekali bahwa tawanya sumbang.

“Kau menyembunyikan sesuatu?”

Amanda berhenti tertawa dan menatap Alex. Oh Tuhan… Alex mirip sekali dengan Marc. Dan seketika saja air matanya menetes bagaikan keran air.

Awalnya Alex ragu-ragu memeluk Amanda, tapi mungkin Amanda butuh pelukan dari seseorang.

“Sudah jangan menangis..” ujarnya.

Amanda manarik dirinya dan menghapus airmatanya.

“Alex…” ujarnya.

“Bisakah aku mempercayai mu?”

Alex mengangguk.

                                                                        *****
Marc sedang mendengarkan music di kamarnya dan menangkap benda berbentuk pipih di meja belajarnya. Dia bangkit dari tempat tidurnya dan mengambil benda pipih tersebut.

“Ini kan ponsel Alex,” ucap Marc. “Rupanya dia lupa membawa ponselnya.”

Lelaki itu kembali lagi ke tempat tidurnya dan membuka ponsel Alex yang tak bersandi. 

“Ini…. Amanda?!” ujarnya kaget saat melihat wallpaper ponsel Alex.

“Kenapa wallpaper ponsel Alex poto Amanda?”

                                                                        *****
“Aku… menyukai seseorang,” ujar Amanda memulai ceritanya.

Alex menghela napas. Dia sudah tau arah pembicaraan ini kemana.

“Seharusnya aku tidak menyukainya dan seharusnya juga  aku mendengar nasihat ayah ku.”

Amanda menarik napas sebentar dan menatap Alex.

“Orang yang kau sukai itu,”

Amanda memalingkan wajahnya dan melanjutkan perkataan Alex. “Adalah kakakmu Alex.”

                                                                        *****
Alex sudah menduganya dan tidak menyangka bahwa orang yang disukainya mengatakan langsung kepadanya. Alex hanya membulatkan bibirnya menanggapi apa yang telah dikatakan oleh Amanda.

“Adakah sesuatu yang aku tidak aku ketahui tentang Marc?” tanya Amanda.

“Banyak.” Sepertinya Alex cemburu dan marah terhadap Marc.

Amanda menangis kembali. Alex mendekatkan diri kepada Amanda dan menariknya kedalam pelukan.

“Sudah jangan menangis lagi. Marc memang bodoh. Dia tidak peka jika ada seseorang yang menyukainya.” Sepertinya kata-kata itu juga dilontarkan untuk Amanda.

Tangis Amanda malah makin menjadi-jadi.

“A…Aku sangat menyukainya Alex, salah kah aku jika menyukainya?”

Iya salah Amanda, seharusnya kau tidak menyukai kakak ku.

“Tidak ada yang salah ataupun disalahkan dalam hal ini Amanda.”

Amanda mendongak dan menghapus air matanya.

“Sudah ya jangan menangis lagi.” Jari-jari Alex pun menghapus air mata yang berjatuhan dari mata indah Amanda.

“Well…” Amanda melepaskan pelukan Alex. “Aku akan menyelesaikan lukisannya sekitar 3 harian.” Ujarnya mengganti topic pembicaraan.

“Santai saja Amanda.”

Amanda menggeleng. “AKu tidak bisa santai-santai Alex. Aku akan pulang ke Indonesia minggu depan.”

                                                                        *****
Marc sudah ada di café Lopez. Tadi ada telepon dari Gerardo yang menyuruhnya untuk bertemu. Persaan Marc jadi tidak enak. Ada apa Gerardo menyuruhnya untuk bertemu? Ah mungkin saja dia ingin membicarakan masalah pekerjaan. Tapi pekerjaan yang mana?

“Maaf sudah menunggu lama.”

Lelaki yang masih kelihatan muda itu menarik kursi dan duduk di depan Marc.

“Tidak apa-apa, aku juga baru sampai.”

Gerardo berdehem. “Langsung saja ke inti permasalahan.”

Marc mengkerutkan keningnya. 

Gerardo menatap Marc lekat dan berkata, “apa yang telah kau lakukan pada Amanda?”

                                                                        *****
“Kau akan pulang ke Indonesia minggu depan? Kenapa? aku kira kau akan tinggal di sini.”

Amanda mengangkat bahunya. “Ya kupikir juga begitu.”

“Lantas?”

“Entahlah Alex. aku hanya ingin pulang saja dan menenangkan pikiranku.”

“Dan menyingkirkan Marc dari hatimu?” tanya Alex tiba-tiba.

“Kau juga berbohong pada Marc bahwa hari ini mamah mu akan datang ke sini yang ternyata tidak. Kau ini kenapa Amanda? Kau ada masalah apa dengan Marc?”

Amanda menghela napas dan menatap lukisan bunga matahari yang terpajang di dinding ruang tamu nya.
 
“Tadi mantan Marc menuduh kalau dirinya adalah ayah dari anak yang dikandungnya.”

Alex memutar matanya. Ah tuduhan itu. berapa banyak tuduhan yang dilayangkan kepada Marc dengan topic yang sama. Kau-adalah-anak-dari-bayi-yang-aku-kandung-Marc-Marquez! Ya Tuhan… memang Marc sering gonta-ganti pacar dan tidak dapat dipungkiri kalau dari sekeian banyak tuduhan itu ada benarnya. Terlebih gaya berpacaran Marc yang ekstrime.

“Alex, apakah.. Marc memang pernah tidur bersama seorang wanita?” tanya Amanda hati-hati.
Bukan pernah lagi Amanda, malahan sering.

“Yaaa begitulah..”

Amanda tersenyum, tapi senyumnya seperti ia paksakan.

“Marc banyak mantannya ya?”

“Iya,”

“Pantas, Marc kan ganteng sementara aku?”

Alex menghela napas.

“Jadi kau akan pulang ke Indonesia minggu depan? Tepatnya hari apa?” tanya Alex mengalihkan pembicaraan.

Amanda menatap Alex dan tersenyum simpul. “Jangan mengganti topic pembicaraan Alex.”

                                                                        ****
Marc kaget dengan pertanyaan yang Gerardo ajukan kepada dirinya. Maksudnya apa? 

“Maksudnya? Aku tidak mengerti apa yang kau katakan Gerardo.”

“Tadi Amanda meneleponku, dia berkata bahwa minggu depan ia akan pulang ke Indonesia. Dan dia menelepon sambil menangis. Apakah ini ada hubungannya dengan mu?”

Marc mengangkat halisnya. “Pulang ke Indonesia? Dan menelepon sambil menangis? Tunggu dulu. Bukannya sekarang mamah nya Amanda datang ke sini?”

Gerardo kaget. Istrinya tidak memberitahunya kalau sekarang ia ada di Spanyol.

                                                                        *****
Indonesia.

Wanita itu sedang sibuk dengan rajutan ketika dering telepon menyuruhnya untuk menghentikan pekerjaannya.
 
“Halo?”

“Ini aku Gerardo,” ujar seseorang di seberan sana.

Lina kaget, ada apa mantan suaminya itu meneleponnya.

“Ada apa Gerardo? Apakah Amanda baik-baik saja?”

“Sekarang kau ada dimana?”

“Hah, apa maksudmu?”

“Sekarang kau ada dimana? Spanyol?” tanya Gerardo sekali lagi.

“Tentu saja ada dirumah, di Indonesia. Memang kenapa? apakah Amanda baik-baik saja?”

“Apakah kau ada rencana untuk pergi ke Spanyol?”

“Tidak. Sebenarnya ada apa Gerardo? Amanda baik-baik sajakan?”

“Tanyakan saja kepada Amanada. Mungkin sekarang dia membutuh kanmu.”

Klik. Telepon ditutup.

Lina kembali lagi merajut. Pikirannya melanglang buana. Apakah Amanda baik-baik saja? semoga.

                                                                        *****
Spanyol.

“Jika kau membutuhkan bantuan, hubungi aku saja.” tawar Alex.

“Iya. Terimakasih Alex.”

Alex tersenyum dan berpamitan kepada Amanda.

Saat Alex memegang kenop pintu ia jadi teringat sesuatu. 

“Amanda,” ujarnya membalikan badan.

“Besok Marc ulangtahun dan mengadakan pesta kecil-kecilan di rumah. Mau kah kau datang ke pesta ulangtahun Marc? mommy pasti akan sangat senang.”

Amanda tersenyum. “Lihat situasi besok. Terimakasih sudah mengundang.”

Alex mengangguk dan memutar kenop pintu lalu meninggalkan rumah Amanda.

                                                                        *****
“Aku tidak mengerti kenapa Amanda berbohong kepadaku.” 

Gerardo mengetuk-ngetuk jarinya dan menatap Marc kemabali.

“Sebenarnya Amanda kenapa? apa yang telah kau lakukan pada putriku?”

“Kenapa kau bertanya seperti itu? aku tidak melakukan apa-apa kepada Amanda.”

“Kau tidak bohong kan?” tanya Gerado masih tak percaya dengan jawaban Marc.

“Aku tidak bohong. Tadi pagi memang aku bersama Amanda dan aku ajak ke rumah. Tapi itu kemauan Ibu ku karena dia ada bisnis dengan Amanda. Lalu aku mengajaknya untuk melihat aku bermain motorcross, tapi pada saat itu Amanda berkata bahwa dia lupa kalau hari ini Ibunya datang,” papar Marc.

Gerardo menghela napas. “Kenapa Amanda berbohong dengan mengatakan bahwa Ibu nya hari ini akan datang ke Spanyol? Pasti ada apa-apa. Sebelumnya kau sudah berkata apa kepada Amanda, Marc?”

Marc mengingat-ngingat. Oiya dia bercerita tentang mantannya yang menuduh dia kalau dia adalah ayah dari bayi yang di kandung mantannaya. Tapi, tak mungkin kan Marc berkata bahwa dia berkata itu kepada Gerardo.

“Tidak aku tidak berkata apa-apa. Memang kenapa Gerardo? Dan juga kenapa aku yang dipanggil?”

Gerardo menatap Marc. Rupanya putri nya itu memendam perasaannya.

“Putriku menyukaimu Marc.”

bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar