Senin, 05 Mei 2014

Three Spaniar #4 (Fanfiction)




#PELURU4

Pagi itu mentari bersinar sangat indah. Marc Marquez melakukan kebiasan rutinnya di pagi hari, yaitu lari pagi. Setelah siap dengan penampilannya, lelaki itupun meninggal apartemennya dan mulai menggerakan kakinya.

Baru saja dia lari 20 menit, sudah ada seseorang yang menghentikannya. Marc tersenyum memandangi gadis di seberang sana yang sedang menatap boutique yang masih tutup. Lantas lelaki itu menyebrang jalan dan menghampirinya. 

“Holla  Amanda buenas dias,” sapa Marc. 

Amanda kaget dan menoleh ke arah Marc.

“Hai Marc aku tak menyangka bisa bertemu kau sepagi ini,” ujarnya.

Marc melihat langi pagi yang cerah. “Sepagi ini?” ujar Marc.

“Okelah tidak sepagi jika kau menggapnya sudah siang,” Amanda tertawa kecil.

“Kau sedang apa? Menunggu toko yang belum buka?”

Amanda mengangkat bahunya dan kembali menatap gaun berwana merah maroon yang di pajang di depannya.

Limited edition. Begitulah kata yang tertera di bawah gaun tersebut. Dan harga yang ditempelkan di pinggang gaun tersebut membuat kening Amanda mengkerut.

Marc yang mengerti ke inginan gadis di sebelahnyapu bertekad untuk mendapatkan gaun tersebut. Walaupun dirinya tak mengerti mengapa dia melakukannya, pedahal harga dari gaun tersebut sangatlah mahal.

“Kau sudah sarapan?” tanya Marc.

Amanda menatap Marc dan menggeleng.

“Ayo kita sarapan di apartemen ku. Akan kubuat kan kau pancake,” ajak Marc.

Amanda menimbang-nimbang ajakan Marc.

“Ayolah tak usah sungkan.”

Amanda pun mengangguk dan dengan tiba-tiba dia menggemgam lengan Marc.

Marc sempat melihat sebentar ke  arah Amanda. Dia kaget seorang gadis melakukan itu duluan. Apakah itu wajar? Atau hanya dirinya saja yang kuno?.

                                                                        ***
Di kediaman Marc. kedua insan itu sarapan sebari sesekali mengobrol obrolan ringan. Amanda juga memuji masakan Marc yang tak kalah lezat nya dengan restoran yang pernah Amanda jumpai.

“Kenapa kau tidak menjadi koki saja Marc? masakan mu jempol sekali,” puji Amanda.

Marc menenggak minumannya dan tersenyum. “Mungkin efek dari hidup jauh dari keluarga jadi harus pintar memasak.”

Amanda membulatkan bibirnya dan memasukan potongan pancake terkahir pada mulutnya.

“Profesimu….”

“Ya sebagai anggota ke polisian. Lebih tepatnya agen.”

“Wow. Pasti pekerjaan yang banyak sekali tantangan.” Ujarnya takjub.

Tingtiong…

“Sebentar yaa.” Marc bangkit dan menuju pintu apartemennya.

Lelaki itu kaget dengan siapa yang ada di hadapannya.

“Jorge!” ujar Marc setengah teriak. “Mau apa kau ke sini?”

Jorge memaksa untuk masuk, tapi Marc menahannya untuk tetap berada di situ. Sesekali Marc melihat ke arah Amanda yang sedang memperhatikan poto-poto keluarganya.

“Ada berita penting. Biarkan aku masuk!” Jorge memaksa.

“Marc dengarkan aku. Valentino Rossi BEBAS!!!” 

Marc kaget setengah mati mendengar penjahat kelas kakap itu bebas. Bukannya masih lama pria itu diam di jeruji besi. Kenapa bisa bebas?

“Apa? Bebas?” ulang Marc yang dengan refleksnya membukakan pintu apartemennya.

Amanda yang mendengar keributan pun menghampiri Marc.

Jorge kaget melihat ada seorang wanita di apartemen Marc. Mata lelaki itu beralih menatap Marc dan menyeringai. Marc menghela napas dan memperkenalkan Amanda kepada Jorge.

“Amanda ini Jorge. Jorge ini Amanda.”

Keduanya pun saling berjabat tangan.

“Marc, aku pulang dulu ya. Terimakasih telah mengajakku sarapan.” Amandapun mengambil tas tangannya dan pamit kepada Marc dan Jorge.

Marc menatap Jorge dengan kesal.

“Gara-gara kau acara sarapannya jadi berantakan.”

Jorge terkekeh. “Yasudah mumpung dia masih dekat kejar sana.”

Marc mengernyitkan keningnya.

“Ayolah jangan kebanyakan mikir. Jika kau menyukainya, kejar sana.”

Marcpun mengangguk dan mengejar Amanda yang mungkin masih berada di apartemen ini.

                                                                        ***
Langkah Amanda terhentu. Dia mendengar ada suara yang memanggilnya. Wanita itupun membalikan badannya dan mendapati Marc sedang berlari menghampirinya.

“Amanda..” ujar Marc dengan napas tersengal-sengal.

Amanda mengangkat halisnya sebari tersenyum. Dia menunggu apa yang dikatakan oleh Marc.

“Amanda, maafkan aku.”
 
“Untuk?”

“Karena telah membuat acara sarapanmu jadi tidak nyaman.”

Amanda tertawa kecil dan mengibaskan lengannya. “Tidak kok Marc, santai saja.”

Marcpun tersenyum. “Oh syukurlah. Eum bagaimana kalau kita….”

“Makan siang bersama? Okey.”

“Tapi jangan di restoran yang kemarin.”

Amanda tertawa. “Iya tak akan. Aku tau tempat makan yang enak selain disitu.”

“Okey. Kau yang tentukan tempatnya. Aku jemput di stopan yang kemarin, bagaimana?”

Amanda menimbang-nimbang. “Okey. Jam 2 ya.”

                                                                        ***
Sepanjang gadis itu berjalan, dia tak henti-hentinya mengucapkan sumpah serapah kepada kakaknya, Andrea. 

“Dasar Andrea nyuruh-nyuruh saja! Kenapa coba tidak sendiri saja. Dia kan bisa mengendarai mobil, kenapa harus aku yang tidak bisa mengendarai mobil pergi ke Supermarket? Apa aku seorang cewek? Kak Amanda juga cewek, kenapa harus aku yang disuruh?!”

Sesekali Karen mengepalkan lengannya atau berhenti sebentar sekedar menghentakan kakinya karena kesal. Tak sedikit orang yang memperhatikan Karen dengan tatapan aneh tapi, Karen mengacuhkannya.

“Lihat saja Andrea Iannone! Tunggu pembalasanku!”

Tiba-tiba mata gadis itu menangkap sesuatu yang membuatnya tertarik. Kemudian dia mengeluarkan uang logam dan memasukannya ke mesin yang mengeluarkan Koran. Matanya terbelalak dan keningnya mengkerut saat mendapati headline dari Koran yang ia beli.

PENJAHAT INI SUDAH BISA MENGHIRUP UDARA SEGAR KEMABALI

Begitulah judul yang tertera dan ada poto seorang pria berambut keriting yang membuat mulut Karen menganga.

“Kau sudah bebas..” gumam Karen.

                                                                        ***
Valencia.

Banyak sekali orang yang menjaga di sekitar rumah kumuh tersebut. Hampir semuanya membawa senjata api yang mereka selipkan di belakang kaosnya. Mereka berjalan kesana kemari takut-takut ada orang yang memasuki rumah kumuh tersebut.

“Andrea yang mengatakannya itu kepadaku.”

Pria yang memakai kacamata hitam itu termenung.

“Karena dia anak kesayanganmu, untuk itu kami meminta persetujuanmu. Bagaiama? Kau setuju kan Vale?”

Pria yang bernama Vale itu membuka kaca mata hitamnya dan menghampiri jendela yang memperlihatkan penjaga di luar sana. 

“Ya aku setuju. Untuk mencapai kesuksesan kita harus rela mengorbankan apapun.” Ujarnya dengan surara serak. 

bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar