#PELURU4
Pagi itu mentari bersinar sangat indah. Marc Marquez
melakukan kebiasan rutinnya di pagi hari, yaitu lari pagi. Setelah siap dengan
penampilannya, lelaki itupun meninggal apartemennya dan mulai menggerakan
kakinya.
Baru saja dia lari 20 menit, sudah ada seseorang yang menghentikannya.
Marc tersenyum memandangi gadis di seberang sana yang sedang menatap boutique
yang masih tutup. Lantas lelaki itu menyebrang jalan dan menghampirinya.
“Holla Amanda buenas
dias,” sapa Marc.
Amanda kaget dan menoleh ke arah Marc.
“Hai Marc aku tak menyangka bisa bertemu kau sepagi ini,”
ujarnya.
Marc melihat langi pagi yang cerah. “Sepagi ini?” ujar Marc.
“Okelah tidak sepagi jika kau menggapnya sudah siang,” Amanda
tertawa kecil.
“Kau sedang apa? Menunggu toko yang belum buka?”
Amanda mengangkat bahunya dan kembali menatap gaun berwana
merah maroon yang di pajang di depannya.
Limited edition. Begitulah kata yang tertera di bawah gaun
tersebut. Dan harga yang ditempelkan di pinggang gaun tersebut membuat kening
Amanda mengkerut.
Marc yang mengerti ke inginan gadis di sebelahnyapu bertekad
untuk mendapatkan gaun tersebut. Walaupun dirinya tak mengerti mengapa dia
melakukannya, pedahal harga dari gaun tersebut sangatlah mahal.
“Kau sudah sarapan?” tanya Marc.
Amanda menatap Marc dan menggeleng.
“Ayo kita sarapan di apartemen ku. Akan kubuat kan kau
pancake,” ajak Marc.
Amanda menimbang-nimbang ajakan Marc.
“Ayolah tak usah sungkan.”
Amanda pun mengangguk dan dengan tiba-tiba dia menggemgam
lengan Marc.
Marc sempat melihat sebentar ke arah Amanda. Dia kaget seorang gadis
melakukan itu duluan. Apakah itu wajar? Atau hanya dirinya saja yang kuno?.
***
Di kediaman Marc. kedua insan itu sarapan sebari sesekali
mengobrol obrolan ringan. Amanda juga memuji masakan Marc yang tak kalah lezat
nya dengan restoran yang pernah Amanda jumpai.
“Kenapa kau tidak menjadi koki saja Marc? masakan mu jempol
sekali,” puji Amanda.
Marc menenggak minumannya dan tersenyum. “Mungkin efek dari
hidup jauh dari keluarga jadi harus pintar memasak.”
Amanda membulatkan bibirnya dan memasukan potongan pancake
terkahir pada mulutnya.
“Profesimu….”
“Ya sebagai anggota ke polisian. Lebih tepatnya agen.”
“Wow. Pasti pekerjaan yang banyak sekali tantangan.” Ujarnya takjub.
Tingtiong…
“Sebentar yaa.” Marc bangkit dan menuju pintu apartemennya.
Lelaki itu kaget dengan siapa yang ada di hadapannya.
“Jorge!” ujar Marc setengah teriak. “Mau apa kau ke sini?”
Jorge memaksa untuk masuk, tapi Marc menahannya untuk tetap
berada di situ. Sesekali Marc melihat ke arah Amanda yang sedang memperhatikan
poto-poto keluarganya.
“Ada berita penting. Biarkan aku masuk!” Jorge memaksa.
“Marc dengarkan aku. Valentino Rossi BEBAS!!!”
Marc kaget setengah mati mendengar penjahat kelas kakap itu
bebas. Bukannya masih lama pria itu diam di jeruji besi. Kenapa bisa bebas?
“Apa? Bebas?” ulang Marc yang dengan refleksnya membukakan
pintu apartemennya.
Amanda yang mendengar keributan pun menghampiri Marc.
Jorge kaget melihat ada seorang wanita di apartemen Marc.
Mata lelaki itu beralih menatap Marc dan menyeringai. Marc menghela napas dan
memperkenalkan Amanda kepada Jorge.
“Amanda ini Jorge. Jorge ini Amanda.”
Keduanya pun saling berjabat tangan.
“Marc, aku pulang dulu ya. Terimakasih telah mengajakku
sarapan.” Amandapun mengambil tas tangannya dan pamit kepada Marc dan Jorge.
Marc menatap Jorge dengan kesal.
“Gara-gara kau acara sarapannya jadi berantakan.”
Jorge terkekeh. “Yasudah mumpung dia masih dekat kejar sana.”
Marc mengernyitkan keningnya.
“Ayolah jangan kebanyakan mikir. Jika kau menyukainya, kejar
sana.”
Marcpun mengangguk dan mengejar Amanda yang mungkin masih
berada di apartemen ini.
***
Langkah Amanda terhentu. Dia mendengar ada suara yang
memanggilnya. Wanita itupun membalikan badannya dan mendapati Marc sedang
berlari menghampirinya.
“Amanda..” ujar Marc dengan napas tersengal-sengal.
Amanda mengangkat halisnya sebari tersenyum. Dia menunggu apa
yang dikatakan oleh Marc.
“Amanda, maafkan aku.”
“Untuk?”
“Karena telah membuat acara sarapanmu jadi tidak nyaman.”
Amanda tertawa kecil dan mengibaskan lengannya. “Tidak kok
Marc, santai saja.”
Marcpun tersenyum. “Oh syukurlah. Eum bagaimana kalau kita….”
“Makan siang bersama? Okey.”
“Tapi jangan di restoran yang kemarin.”
Amanda tertawa. “Iya tak akan. Aku tau tempat makan yang enak
selain disitu.”
“Okey. Kau yang tentukan tempatnya. Aku jemput di stopan yang
kemarin, bagaimana?”
Amanda menimbang-nimbang. “Okey. Jam 2 ya.”
***
Sepanjang gadis itu berjalan, dia tak henti-hentinya
mengucapkan sumpah serapah kepada kakaknya, Andrea.
“Dasar Andrea nyuruh-nyuruh saja! Kenapa coba tidak sendiri
saja. Dia kan bisa mengendarai mobil, kenapa harus aku yang tidak bisa
mengendarai mobil pergi ke Supermarket? Apa aku seorang cewek? Kak Amanda juga
cewek, kenapa harus aku yang disuruh?!”
Sesekali Karen mengepalkan lengannya atau berhenti sebentar
sekedar menghentakan kakinya karena kesal. Tak sedikit orang yang memperhatikan
Karen dengan tatapan aneh tapi, Karen mengacuhkannya.
“Lihat saja Andrea Iannone! Tunggu pembalasanku!”
Tiba-tiba mata gadis itu menangkap sesuatu yang membuatnya
tertarik. Kemudian dia mengeluarkan uang logam dan memasukannya ke mesin yang
mengeluarkan Koran. Matanya terbelalak dan keningnya mengkerut saat mendapati
headline dari Koran yang ia beli.
PENJAHAT INI SUDAH BISA MENGHIRUP UDARA SEGAR KEMABALI
Begitulah judul yang tertera dan ada poto seorang pria berambut
keriting yang membuat mulut Karen menganga.
“Kau sudah bebas..” gumam Karen.
***
Valencia.
Banyak sekali orang yang menjaga di sekitar rumah kumuh
tersebut. Hampir semuanya membawa senjata api yang mereka selipkan di belakang
kaosnya. Mereka berjalan kesana kemari takut-takut ada orang yang memasuki
rumah kumuh tersebut.
“Andrea yang mengatakannya itu kepadaku.”
Pria yang memakai kacamata hitam itu termenung.
“Karena dia anak kesayanganmu, untuk itu kami meminta
persetujuanmu. Bagaiama? Kau setuju kan Vale?”
Pria yang bernama Vale itu membuka kaca mata hitamnya dan menghampiri
jendela yang memperlihatkan penjaga di luar sana.
“Ya aku setuju. Untuk mencapai kesuksesan kita harus rela
mengorbankan apapun.” Ujarnya dengan surara serak.
bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar