Do You Can Fell What I Feel?
Di kediaman Marquez, kakak beradik itu sedang
bermain playstation dengan Marc player 1
dan Alex player 2. Mereka tenggelam dalam dunianya, bahkan mereka tidak menyadari
saat ayahnya pulang. Dan di saat tenggelamnya mereka dalam dunianya itu Alex
mengingat sesuatu akan hal yang ingin di tanyakannya pada kakaknya dan Alex
mulai meyembul dari dunia yang diciptakan olehnya dan kakaknya.
“Marc?,” tanya Alex ragu-ragu, “huh?,” “apakah
sudah ada perempuan yang membuat hatimu bergetar?,” “sudah,” jawab Marc masih tenggelam dalam
dunianya. “Marc?,” tanya Alex sekali lagi, “percaya tidak dengan cinta pada
pandangan pertama?,” Marc mengangkat bahunya, “percaya tidak percaya sih,” Alex
mengangguk-ngangguk mendengar jawaban dari Marc. Dan Marcpun berteriak saat
timnya yang dimainkan di playstation menjebol gawang Alex. “Jangan terlaku
berisik Marc,” perintah ayahnya Julia Marquez. Marc mem-pause permainan dan
melihat kesekeliling, “aku ada disini jika kau mencariku di ruang makan,” ujar
Julia berteriak. Marc nyengir, dia tidak menyadari bahwa ayahnya itu sudah
pulang. “Kapan dia pulang?,” tanya Marc sambil melanjutkan permainan,
“entahlah. Mungkin kita terlalu serius bermain sehingga tak menyadari ayah
pulang,” “mungkin,” ujar Marc.
Alex belum puas dengan pertanyaan yang di
ajukan pada kakaknya, masih ada pertanyaan yang mengganjal di hatinya. “Marc, rasanya
menyukai seseorang itu seperti apa?,” Marc mengkerutkan keningnya bukan karena
pertanyaan dari adiknya tetapi focus kepada permainan yang dimainkannya.
“Bermacam-macam, tergantung kedudukanmu ada dimana,” Alex bingung. Tergantung
kedudukan?, maksudnya?, kedudukan sama sama seperti dalam sepak bola, seperti
itu?. “Maksudnya?,” tanya Alex. Dan lagi-lagi Marc menjebol gawang Alex. kali
ini Marc tidak berteriak ataupun senang. Marc mem-pause permainan dan menatap
Alex sebari menghela napas, “misalnya, jika kedudukanmu sedang di atas saat
cintamu diterima oleh orang yang kau sukai tentu saja kau akan senang, seperti
ya terbang di langit ketujuh. Tapi, jika kedudukanmu ada di bawah saat cintamu
bertepuk sebelah tangan kau akan merasa patah hati,” ujar Marc menerangkan. “Lebih
spesifik lagi, Marc,” Marc mengangkat alisnya, “kau akan merasakannya sendiri,
susah menjelaskannya,” ujar Marc sambil menepis nepis lengannya.
Alex
mengkerutkan keningnya, “kalau rasanya pacaran itu seperti apa?,” mendengar apa
yang ditanyakan oleh adiknya Marc hanya bisa melongo. “Ada apa?, tak salahkan
jika aku bertanyana seperti itu?,” Marc menghela napas kembali dan menggaruk
garuk kepalanya yang tak gatal, “Aduh Alex, umurmu itu berapa sih?, masa kau bertanya
seperti itu?, apakah kau tak pernah pacaran?,” ujar Marc. “Jangan samakan Alex
denganmu Marc yang selalu gonta ganti pacar,” timbrung Roser Alenta sebari
membawakan cemilan untuk kedua anak lelakinya kemudian berlalu. “Tapi Alex
sudah besar mah,” ucap Marc dan tak ada jawaban.
Jarang
sekali Alex bercerita tentang asmara kepada kakaknya, jangankan asmara
bercerita tentang ini itu juga Alex tidak pernah. Ada perasaan geli dan senang
saat adiknya bertanya seperti itu, “nah Alex,” ujar Marc merangkul adiknya
tersebut, “jika kau menanyakan tentang peremupaun apapun itu kepadaku, kau
datang kepada orang yang tepat,” ujar Marc dan menepuk-nepuk dadanya seraya
membanggakan diri, “aku ini jagonya dalam memikat hati para perempuam.” Alex
menyunggingkan senyum seraya menghargai ucapan kakaknya walaupun dirinya ingin
sekali tertawa mendengar apa yang dikatakan kakaknya. Percaya Marc aku kepadamu soal urusan perempuan dan aku juga percaya
kalau kau jago dalam memikat hati para perempuan lalu mencampakannya secara halus,
kau inikan salah satu playboy kelas kakap.
Alex
mengangguk mendengar ucapan kakaknya. Lalu mereka kembali lagi bermain
playstation. “Oh iya Alex, maafkan aku saat aku mengira kau pergi keluyuran
saat ku minta kau menjemputku di Airport,” ujar Marc, “dan ternyata benar kau
telah mengantarkan seorang gadis as know us Amanda.” Ah nama itu. Tanpa
sepengetahuan Marc, Alex menegang mendengar nama itu dan hanya mendengar
namanya saja telah membuat hati Alex berdegup kencang seperti laju motornya di
balapan.
*****
Di kediaman
Amanda. Amanda dengan gesitnya menggerakan kuas di kanvasnya. Tak jarang dia
memiringkan kepalanya dan
mengetuk-ngetuk dagunya. “Sepertinya hari ini cukup sampai disini saja,”
ujar Amanda dan bangkit dari tempat duduknya.
Perut Amanda
keroncongan, Amandapun membuka lemari esnya dan tak ada makanan disitu. “Sial,”
gerutu Amanda. Mau tak mau diapun harus menuju ke supermarket untuk membeli
sesuatu untuk dimakan.
Dengan
hanya mengenakan blazer berwarna cokelat Amanda berjalan sendiri menuju
Supermarket terdekat. Saat berjalan kepalanya tertunduk, mengingat-ngingat
kejadian kemaren dan mencari jawaban mengapa dirinya melukis orang tersebut.
Memikirkan itu semua Amanda menghela napas.
Setelah
sampai di Supermarket. Amanda membeli apa yang dibutuhkannya dan menyerahkan
kepada tukang kasir yang bertubuh gempal. Saat di kasir, Amanda melihat sebuah
majalah yang bertulisan, Baby Champ. Karena tertarik Amandapun menghampiri
tempat yang berisikan majalah tersebut. Melihat Marc yang berada di cover itu
dia tersenyum. Tak tau mengapa dia sangat senang melihat wajah tersebut, dan
tiba-tiba saja hatinya bergetar. Mungkinkah?.
Dan
sepasang tangan kekarpun menutup mata Amanda. Amanda berteriak dan memberontak
tapi tetap saja berontaknya bisa dikuasi oleh si pelaku, “lepaskan aku!,”
ujarnya. Si pelaku hanya cekikikan, “ini bukan candaan. Aku tidak bisa melihat,
lepaskan aku!,” “aku tidak akan melepaskan tanganku sebelum kau menebak siapa
aku.” Amanda terdiam. “Siapa?,” ujar Amanda serak. Dan bulir-bulir air matapun
turun. Merasakan air mata di telapak tangannya, si pelakupun terkejut. “Kau
menangis?,” “aku takut gelap,” isak Amanda. Si pelaku itupun melepaskan
tangannya dan membalikan tubuh Amanda.
Marc merasa
bersalah. Awalnya dia hanya bercanda melakukan ini, hanya ingin membuat kejutan
saja, tetapi dia tidak tau kalau Amanda takut gelap. “Ssst…. Jangan menangis
Amanda, ini aku Marc,” ujar Marc sebari menghapus air mata Amanda oleh jarinya.
Amanda menunduk sebari terisak-isak. “Kau keterlaluan Marc,” ujar Amanda dengan
suara serak. “Maafkan aku, aku hanya bercanda,” ujar Marc, “tidak lucu,” ujar
Amanda sebari menghapus air matanya sendiri.
Karena
menyadari dirnya menjadi sorotan, Amandapun menuju ke kasir dan membayar kemudian
keluar dari supermarket meninggalkan Marc.
Marc
melongo meliat Amanda seperti itu. Niatnya hanya ingin menjahili saja tetapi
menjadi seperti ini. Merasa dirinya bersalah Marcpun mengejar Amanda. “Amanda,”
teriaknya. Tapi Amanda tak menghiraukan perkataan Marc. Dia terus saja berjalan
sebari mengelap air matanya.
“Aku hanya
bercanda, maafkan aku,” ujar Marc sebari menarik lengan Amanda sehingga mereka
berpandangan. Kedua mata itu bertemu, kedua insan itu saling menatap satu sama
lain. “Aku hanya bercanda, maafkan aku, aku tak tau kalalu kau takut gelap,”
tambah Marc. Amanda melepaskan lengan Marc dari lengannya kemudian berbalik
meninggalkan Marc sebari tersenyum.
Merasa
sangat tidak enak kepada Amanda, Marcpun mengambil mobilnya yang terparkir di
depan Supermarket. Lelaki itu kemudian menyalakan mesin menuju Amanda. Setelah
mobil BMW nya menghampiri Amanda, Marcpun membuka pintu mobilnya dan menarik
Amanda dengan paksa masuk kemobil tersebut. Diperlakukan seperti itu Amanda
kaget, “apa-apaan ini Marc?,” ujarnya dan sudah berada di dalam mobil. Marc
tidak langsung menjawab malah mengunci semua pintu mobilnya. Amanda kaget.
Marc
menjalankan mobilnya sementara Amanda terus memintanya untuk menurunkannya.
“Marc turunkan aku!” perintah Amanda. Marcpun memarkirkan mobilnya disuatu toko
tapi masih saja mengunci pintu mobilnya. “Marc Marquez!,” ujar Amanda geram.
Marcpun menatap Amanda, “aku tidak tau kalau kau takut terhadap gelap, maafkan
aku. Niatku hanya ingin memberi kejutan saja kepadamu Amanda,” kejutan?, Amanda
merasa senang mendengar kata tersebut. Dia ingin tersenyum tetapi senyumnya itu
disembunyikan oleh topeng manyun di wajahnya. “Maafkan aku membuatmu menangis.
Maukah kau memaafkanku?,” Amanda tertawa kecil, “aku serius,” ujar Marc. “Iya
Marc aku sudah memaafkanmu,” ujar Amanda masih dengan tertawa. “Jangan-jangan
kau hanya mempermainkanku saja ya?,” “tidak Marc. Tadi aku benar-benar kesal
terhadapmu dan aku benar-benar takut gelap,” Amanda memanyunkan bibir mungilnya
menandakan tadi dia benar-benar sebal.
Setelah
Amanda memafkan Marc, Marc bertanya-tanya apa yang dibeli oleh Amanda di
Supermarket tadi. “Kau tadi membeli apa?,” tanya Marc, “aku membeli bahan
makanan,” ujar Amanda sebari mengecek belanjaannya. Marcpun menjentikan jarinya
dan melihat Amanda dengan semangat,”Amanda, bagaimana kalau kita lunch
bersama?,” mendengar ajakan Marc, Amanda kaget. Jantungnya berdegup kencang. Marc mengajakku lunch?. Tanpa
disadarinya setelah mendengar ajakan dari Marc Amanda tidak bernapas, tatapan
mata Amandapun tak focus. “Kebetulan aku juga belum makan siang,” tambah Marc,
“bbb…baik lah,” ujar Amanda dengan gugup.
Marcpun
tersenyum dan tangan kekar itu tiba-tiba saja mengelus-ngelus rambut sebahu
Amanda. Sontak saja jantungnya berdegup lebih cepat. “Nah Amanda, kamu
seharusnya makan yang banyak jangan sampai kurus seperti Alex,” Marcpun
terkekeh. Amanda hanya mengangguk saja, dia masih tak percaya dengan apa yang dilakukan
Marc barusan. Jika ini bukan di dalam mobilnya Marc, Amanda sudah
melompat-lompat senang.
“Tadi kau
melihatku di majalahkan?,” ujar Marc melihat Amanda dari kaca spion depan, “kau
sudah taukan aku ini siapa?,” goda Marc. “Marc….” Ujar Amanda sebari tersenyum,
“dulu saat kita bertemu kau tidak tau siapa itu Marc Marquez, setelah kau melihatku
ada di cover majalah tadi kau jadi tau siapa aku,” canda Marc. Amandapun
tertawa dan mencubit lengan Marc yang sedang menyetir.
bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar