Selasa, 25 Maret 2014

Just The Way You Are #3




Do You Can Fell What I Feel?

Di kediaman Marquez, kakak beradik itu sedang bermain  playstation dengan Marc player 1 dan Alex player 2. Mereka tenggelam dalam dunianya, bahkan mereka tidak menyadari saat ayahnya pulang. Dan di saat tenggelamnya mereka dalam dunianya itu Alex mengingat sesuatu akan hal yang ingin di tanyakannya pada kakaknya dan Alex mulai meyembul dari dunia yang diciptakan olehnya dan kakaknya.
“Marc?,” tanya Alex ragu-ragu, “huh?,” “apakah sudah ada perempuan yang membuat hatimu bergetar?,” “sudah,” jawab Marc masih tenggelam dalam dunianya. “Marc?,” tanya Alex sekali lagi, “percaya tidak dengan cinta pada pandangan pertama?,” Marc mengangkat bahunya, “percaya tidak percaya sih,” Alex mengangguk-ngangguk mendengar jawaban dari Marc. Dan Marcpun berteriak saat timnya yang dimainkan di playstation menjebol gawang Alex. “Jangan terlaku berisik Marc,” perintah ayahnya Julia Marquez. Marc mem-pause permainan dan melihat kesekeliling, “aku ada disini jika kau mencariku di ruang makan,” ujar Julia berteriak. Marc nyengir, dia tidak menyadari bahwa ayahnya itu sudah pulang. “Kapan dia pulang?,” tanya Marc sambil melanjutkan permainan, “entahlah. Mungkin kita terlalu serius bermain sehingga tak menyadari ayah pulang,” “mungkin,” ujar Marc.
Alex belum puas dengan pertanyaan yang di ajukan pada kakaknya, masih ada pertanyaan yang mengganjal di hatinya. “Marc, rasanya menyukai seseorang itu seperti apa?,” Marc mengkerutkan keningnya bukan karena pertanyaan dari adiknya tetapi focus kepada permainan yang dimainkannya. “Bermacam-macam, tergantung kedudukanmu ada dimana,” Alex bingung. Tergantung kedudukan?, maksudnya?, kedudukan sama sama seperti dalam sepak bola, seperti itu?. “Maksudnya?,” tanya Alex. Dan lagi-lagi Marc menjebol gawang Alex. kali ini Marc tidak berteriak ataupun senang. Marc mem-pause permainan dan menatap Alex sebari menghela napas, “misalnya, jika kedudukanmu sedang di atas saat cintamu diterima oleh orang yang kau sukai tentu saja kau akan senang, seperti ya terbang di langit ketujuh. Tapi, jika kedudukanmu ada di bawah saat cintamu bertepuk sebelah tangan kau akan merasa patah hati,” ujar Marc menerangkan. “Lebih spesifik lagi, Marc,” Marc mengangkat alisnya, “kau akan merasakannya sendiri, susah menjelaskannya,” ujar Marc sambil menepis nepis lengannya.
Alex mengkerutkan keningnya, “kalau rasanya pacaran itu seperti apa?,” mendengar apa yang ditanyakan oleh adiknya Marc hanya bisa melongo. “Ada apa?, tak salahkan jika aku bertanyana seperti itu?,” Marc menghela napas kembali dan menggaruk garuk kepalanya yang tak gatal, “Aduh Alex, umurmu itu berapa sih?, masa kau bertanya seperti itu?, apakah kau tak pernah pacaran?,” ujar Marc. “Jangan samakan Alex denganmu Marc yang selalu gonta ganti pacar,” timbrung Roser Alenta sebari membawakan cemilan untuk kedua anak lelakinya kemudian berlalu. “Tapi Alex sudah besar mah,” ucap Marc dan tak ada jawaban.
Jarang sekali Alex bercerita tentang asmara kepada kakaknya, jangankan asmara bercerita tentang ini itu juga Alex tidak pernah. Ada perasaan geli dan senang saat adiknya bertanya seperti itu, “nah Alex,” ujar Marc merangkul adiknya tersebut, “jika kau menanyakan tentang peremupaun apapun itu kepadaku, kau datang kepada orang yang tepat,” ujar Marc dan menepuk-nepuk dadanya seraya membanggakan diri, “aku ini jagonya dalam memikat hati para perempuam.” Alex menyunggingkan senyum seraya menghargai ucapan kakaknya walaupun dirinya ingin sekali tertawa mendengar apa yang dikatakan kakaknya. Percaya Marc aku kepadamu soal urusan perempuan dan aku juga percaya kalau kau jago dalam memikat hati para perempuan lalu mencampakannya secara halus, kau inikan salah satu playboy kelas kakap.
Alex mengangguk mendengar ucapan kakaknya. Lalu mereka kembali lagi bermain playstation. “Oh iya Alex, maafkan aku saat aku mengira kau pergi keluyuran saat ku minta kau menjemputku di Airport,” ujar Marc, “dan ternyata benar kau telah mengantarkan seorang gadis as know us Amanda.” Ah nama itu. Tanpa sepengetahuan Marc, Alex menegang mendengar nama itu dan hanya mendengar namanya saja telah membuat hati Alex berdegup kencang seperti laju motornya di balapan.
                                                            *****
Di kediaman Amanda. Amanda dengan gesitnya menggerakan kuas di kanvasnya. Tak jarang dia memiringkan kepalanya dan  mengetuk-ngetuk dagunya. “Sepertinya hari ini cukup sampai disini saja,” ujar Amanda dan bangkit dari tempat duduknya.
Perut Amanda keroncongan, Amandapun membuka lemari esnya dan tak ada makanan disitu. “Sial,” gerutu Amanda. Mau tak mau diapun harus menuju ke supermarket untuk membeli sesuatu untuk dimakan.
Dengan hanya mengenakan blazer berwarna cokelat Amanda berjalan sendiri menuju Supermarket terdekat. Saat berjalan kepalanya tertunduk, mengingat-ngingat kejadian kemaren dan mencari jawaban mengapa dirinya melukis orang tersebut. Memikirkan itu semua Amanda menghela napas. 
Setelah sampai di Supermarket. Amanda membeli apa yang dibutuhkannya dan menyerahkan kepada tukang kasir yang bertubuh gempal. Saat di kasir, Amanda melihat sebuah majalah yang bertulisan, Baby Champ. Karena tertarik Amandapun menghampiri tempat yang berisikan majalah tersebut. Melihat Marc yang berada di cover itu dia tersenyum. Tak tau mengapa dia sangat senang melihat wajah tersebut, dan tiba-tiba saja hatinya bergetar. Mungkinkah?.
Dan sepasang tangan kekarpun menutup mata Amanda. Amanda berteriak dan memberontak tapi tetap saja berontaknya bisa dikuasi oleh si pelaku, “lepaskan aku!,” ujarnya. Si pelaku hanya cekikikan, “ini bukan candaan. Aku tidak bisa melihat, lepaskan aku!,” “aku tidak akan melepaskan tanganku sebelum kau menebak siapa aku.” Amanda terdiam. “Siapa?,” ujar Amanda serak. Dan bulir-bulir air matapun turun. Merasakan air mata di telapak tangannya, si pelakupun terkejut. “Kau menangis?,” “aku takut gelap,” isak Amanda. Si pelaku itupun melepaskan tangannya dan membalikan tubuh Amanda.
Marc merasa bersalah. Awalnya dia hanya bercanda melakukan ini, hanya ingin membuat kejutan saja, tetapi dia tidak tau kalau Amanda takut gelap. “Ssst…. Jangan menangis Amanda, ini aku Marc,” ujar Marc sebari menghapus air mata Amanda oleh jarinya. Amanda menunduk sebari terisak-isak. “Kau keterlaluan Marc,” ujar Amanda dengan suara serak. “Maafkan aku, aku hanya bercanda,” ujar Marc, “tidak lucu,” ujar Amanda sebari menghapus air matanya sendiri. 
Karena menyadari dirnya menjadi sorotan, Amandapun menuju ke kasir dan membayar kemudian keluar dari supermarket meninggalkan Marc.
Marc melongo meliat Amanda seperti itu. Niatnya hanya ingin menjahili saja tetapi menjadi seperti ini. Merasa dirinya bersalah Marcpun mengejar Amanda. “Amanda,” teriaknya. Tapi Amanda tak menghiraukan perkataan Marc. Dia terus saja berjalan sebari mengelap air matanya.
“Aku hanya bercanda, maafkan aku,” ujar Marc sebari menarik lengan Amanda sehingga mereka berpandangan. Kedua mata itu bertemu, kedua insan itu saling menatap satu sama lain. “Aku hanya bercanda, maafkan aku, aku tak tau kalalu kau takut gelap,” tambah Marc. Amanda melepaskan lengan Marc dari lengannya kemudian berbalik meninggalkan Marc sebari tersenyum.
Merasa sangat tidak enak kepada Amanda, Marcpun mengambil mobilnya yang terparkir di depan Supermarket. Lelaki itu kemudian menyalakan mesin menuju Amanda. Setelah mobil BMW nya menghampiri Amanda, Marcpun membuka pintu mobilnya dan menarik Amanda dengan paksa masuk kemobil tersebut. Diperlakukan seperti itu Amanda kaget, “apa-apaan ini Marc?,” ujarnya dan sudah berada di dalam mobil. Marc tidak langsung menjawab malah mengunci semua pintu mobilnya. Amanda kaget.
Marc menjalankan mobilnya sementara Amanda terus memintanya untuk menurunkannya. “Marc turunkan aku!” perintah Amanda. Marcpun memarkirkan mobilnya disuatu toko tapi masih saja mengunci pintu mobilnya. “Marc Marquez!,” ujar Amanda geram. Marcpun menatap Amanda, “aku tidak tau kalau kau takut terhadap gelap, maafkan aku. Niatku hanya ingin memberi kejutan saja kepadamu Amanda,” kejutan?, Amanda merasa senang mendengar kata tersebut. Dia ingin tersenyum tetapi senyumnya itu disembunyikan oleh topeng manyun di wajahnya. “Maafkan aku membuatmu menangis. Maukah kau memaafkanku?,” Amanda tertawa kecil, “aku serius,” ujar Marc. “Iya Marc aku sudah memaafkanmu,” ujar Amanda masih dengan tertawa. “Jangan-jangan kau hanya mempermainkanku saja ya?,” “tidak Marc. Tadi aku benar-benar kesal terhadapmu dan aku benar-benar takut gelap,” Amanda memanyunkan bibir mungilnya menandakan tadi dia benar-benar sebal. 
Setelah Amanda memafkan Marc, Marc bertanya-tanya apa yang dibeli oleh Amanda di Supermarket tadi. “Kau tadi membeli apa?,” tanya Marc, “aku membeli bahan makanan,” ujar Amanda sebari mengecek belanjaannya. Marcpun menjentikan jarinya dan melihat Amanda dengan semangat,”Amanda, bagaimana kalau kita lunch bersama?,” mendengar ajakan Marc, Amanda kaget. Jantungnya berdegup kencang. Marc mengajakku lunch?. Tanpa disadarinya setelah mendengar ajakan dari Marc Amanda tidak bernapas, tatapan mata Amandapun tak focus. “Kebetulan aku juga belum makan siang,” tambah Marc, “bbb…baik lah,” ujar Amanda dengan gugup.
Marcpun tersenyum dan tangan kekar itu tiba-tiba saja mengelus-ngelus rambut sebahu Amanda. Sontak saja jantungnya berdegup lebih cepat. “Nah Amanda, kamu seharusnya makan yang banyak jangan sampai kurus seperti Alex,” Marcpun terkekeh. Amanda hanya mengangguk saja, dia masih tak percaya dengan apa yang dilakukan Marc barusan. Jika ini bukan di dalam mobilnya Marc, Amanda sudah melompat-lompat senang.
“Tadi kau melihatku di majalahkan?,” ujar Marc melihat Amanda dari kaca spion depan, “kau sudah taukan aku ini siapa?,” goda Marc. “Marc….” Ujar Amanda sebari tersenyum, “dulu saat kita bertemu kau tidak tau siapa itu Marc Marquez, setelah kau melihatku ada di cover majalah tadi kau jadi tau siapa aku,” canda Marc. Amandapun tertawa dan mencubit lengan Marc yang sedang menyetir.


bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar