#PELURU6
Percuma saja Marc, tidak menemukan petunjuk apapun di rumah tak berpenghuni tersebut. Walaupun dia sudah tenang dan memeriksa setiap sudut ruangan dengan teliti. Dan ketenangannya terganggu saat ia melihat jam tangan yang melingkar di lengan kirinya. Jarum jam menunjukan pukul 2. Dia tiak ingin meninggalkan pekerjaannya, tapi dia juga tidak ingin membatalkan janjinya dengan Amanda, dia tidak ingin membuat Amanda kecewa. Tapi apa daya, pekerjaannya ini amanat dari atasannya.
Lelaki itu pun mengambil ponsel nya di saku celana dan
mengetik pesan singkat kepada Amanda.
***
Amanda mematut dirinya di cermin sangat lama sekali.
Rambutnya di biarkan ia gerai. Dia memakai baju kuning tak berlengan dan skinny
jins yang membalut kaki nya.
Kring..
Ponselnya berbunyi. Amanda bangkit dari meja riasnya dan mengambil
ponselnya di tas tangan yang berada di atas tempat tidurnya. Setelah membaca
pesan tersebut, Amanda melempar ponselnya ke tempat tidur. Untung saja ponsel
canggihnya tak membentur tembok. Wanita itu pun melepas antingnya dan
membersihkan riasan di wajahnya.
***
Maafkan aku hari ini
aku tidak bisa menepati janjiku. Ada pekerjaan mendadak yang membutuhkanku di
lapangan. Maafkan aku Amanda.
-MM
Lima menit berselang. Ponsel Amanda kembali berbunyi. Dia
tidak menghiraukan panggilan dari ponselnya itu ataupun pesan singkat yang
masuk ke ponselnya.
Maafkan aku Amanda.
Eum.. sebagai menebus kesalahanku, bagaimana kalau nanti malam kita nonton? Aku
akan menjemputmu jam 8 di stopan.
-MM
Amanda menghela napas. Dan turun ke bawah untuk mengisi
perutnya yang mulai berbunyi.
Di ruang keluarga, masih ada Andrea, Karen dan Vale yang
sedang berbincang-bincang. Amanda tak memperdulikan mereka dan mereka pun
sepertinya tak menyadari kedatangan Amanda, tapi Karen tidak.
“Kak Amanda tidak jadi pergi? Katanya sore ini ada acara.”
Ujar Karen.
“Oya? Kau akan pergi kemana dengan Scott?” tanya Andrea.
Amanda menggeleng dan saat membalikan badan dia mendapati
pacarnya sedang berdiri di ambang pintu dapur. Scott memandang dirinya dengan
tatapan menyelidik.
***
Scott memandang Amanda dengan tatapan menyelidik. Pergi? Sore
ini? dengan siapa? Pria itu pun mengisyaratkan pada Amanda agar naik ke atas.
Tanpa memperdulikan pertanyaan dari Andrea, Scott naik ke
tangga menyusul kekasihnya tersebut. Pintu kamarnya ia tutup. Dia memandangi Amanda yang sedang
melipat tangannya di dada. Pria itu berdehem.
“Kau marah karena aku tidak membawa oleh-oleh?” tanya Scott.
Amanda membuang muka.
“Maafkan aku, aku tidak sempat membelikanmu barang-barang
yang kau sebutkan di sms. Aku lupa.”
Amanda berdecak.
“Selain itu, kau juga lupa memberitau pacarmu bahwa kau akan
pergi ke Valencia? Kau tau kan Scott aku sangat mengkhwatirkanmu.”
Scott tersenyum dan menghampiri Amanda.
“Apa susahnya mengirim pesan singkat kepadaku kalau kau hari
ini akan ke Valencia. Dari tadi pagi aku mencari mu Scott.”
Pria itu mengibaskan helaian rambut Amanda yang menutupi
wajah cantiknya. Dia tersenyum-senyum melihat pacarnya yang sedang marah
tersebut.
“Kenapa sih semua lelaki lebih mementingkan pekerjaannya
ketibang pacarnya!” perkataan Amanda menjurus kepada Marc juga. Dia sebal
dengan Marc yang telah membatalkan janjinya.
Amanda menatap Scott yang masih tersenyum itu sementara
dirinya mengkerutkan keningnya.
“Tadi aku dengar kau akan pergi siang ini. Memangnya kau mau
kemana, cantik?”
“Pergi makan siang bersama Marc.” jawab Amanda santai.
Ekspresi Scott berubah, ia mengkerutkan keningnya.
“Jangan bilang kau menaruh hati pada lelaki itu.”
Amanda menyunggingkan senyumnya.
“Memangnya kenapa?” tantangnya.
“Ingat. Kemaren kita sudah melakukan hubungan panas dan
sekarang kau menyukai lelaki lain. Begitu mudahnya kah kau melupakan apa yang
kita lakukan kemarin?”
Amanda tertawa sumbang dan menjauh dari tubuh kekasihnya
tersebut.
“Heyy Amanda, mau kemana kau?” tanya Scott dengan suara
tinggi.
Amanda membalikan badannya. “Not your busnisse!”
***
Andrea menatap layar ponselnya dan membaca pesan dari salah
satu anak buahnya.
“Karen,” ujar Andrea.
“Bisakah kau pergi ke toko tanaman yang ada di jalan
LookGuilty?”
Karen mengernyitkan keningnya.
“Katanya disana ada diskon untuk bibit bunga matahari.
Bisakah kau membelinya sekarang? kita akan menanam bunga matahari di belakang
rumah.”
“Baiklah.” Ujar Karen pasrah.
Setelah memastikan Karen sudah pergi meninggalkan rumah.
Vale pun bertanya kepada Andrea.
“Ada apa di LookGuilty?” tanyanya.
“Tiga agen itu sedang melakukan investigasi di markas kita
dulu.”
“Lantas, mengapa kau menyuruh Karen untuk pergi ke sana?”
“Aku menyuruhnya ke sana agar dia bisa dekat dengan Dani
Pedrosa.”
Vale menjentikan jarinya mengerti. “Ah iya, permainan mu itu.
Permainan yang sangat hebat melibatkan perempuan untuk mendapatkan informasi
serta menghancurkan focus mereka.”
Andrea tersenyum walau hatinya ragu. Dia melibatkan adik
tirinya Karen dalam menghancurkan focus ke tiga agen tersebut. Walaupun mereka
sodara tiri, tapi Andrea telah menganggap Karen sebagai adik kandungnya.
Rencananya sama dengan apa yang dilakukan Amanda. Mendekati
salah satu agen Spanyol tersebut. Bedanya, Amanda mengetahuinya, tetapi Karen
tidak mengetahui bahwa dirinya sedang di manfaatkan.
***
Sejauh ini tidak ada pergerakan yang mencurigan di depan
rumah tak berpenghuni tersebut. Dani dengan santai memutar radio dan memakan
kacang yang ia simpan di dasbor mobil. Rupanya kacang ini sudah lama ia beli,
untungnya kadaluarsanya masih lama.
Saat dia menatap jalan LookGuilty yang sepi, matanya
menangkap sosok seorang perempuan yang sedang memandangi rumah yang sedang ia
awasi. Karen. Sedang apa dia disana?
Dani keluar dari mobilnya dan menyebrang jalan untuk menemui
Karen.
“Karen.” Panggil Dani.
Perempuan yang dipanggil pun membalikan badannya.
“Hai Dani..” ujar Karen sebari melihat penampilan Dani dari atas
sampai bawah. “Kau…” tunjuk Karen.
“Iya aku adalah salah satu petugas kepolisian, lebih tepatnya
seorang Agen.”
Karen membulatkan bibirnya.
“Sedang apa kau disini?” Tanya Dani.
“Eum.. aku disuruh oleh kakakku untuk membeli bibit bunga
matahari di toko tanaman didekat sini.”
Dani manggut-manggut.
“Kau sendiri sedang apa, Dani?”
“Aku dan teman-temanku sedang mengawasi rumah itu.” Tunjuk
Dani pada rumah tak berpenghuni yang ada dihadapannya.
Karen memandangi rumah tak berpengheni itu sekilas. Untuk apa
Dani dan temannya mengawasi rumah yang tak berpenghuni?
“Kenapa kau mengawasi rumah yang tak berpenghuni itu?”
“Itu rahasia Karen.”
“Apakah ini ada kaitannya dengan kebebasan Valentino Rossi?”
Tanya Karen ragu-ragu.
Dani menyeringai. “Aku tidak bisa menjawab pertanyaamu itu
Karen. Tapi tenang saja kami akan melindungi semua warga Spanyol agar mereka
tidak kecurian lagi.”
Karen tersenyum, tapi senyum itu dipaksakan. Ayah tirinya
mencuri benda miliknya? Kau bercanda!
“Ngomong-ngomong kau akan pergi ke toko tanaman kan?”
“Iya, kenapa?”
“Ah tidak, aku hanya ingin menawarkan diriku untuk
menemanimu.”
“Bukankah kau sedang tugas, kan?”
Dani tertawa. “Memang, tapi kelihatannya aman-aman saja.”
Karen ikut tertawa. “Yasudah, tapi jangan salahkan aku jika
kau nanti dimarahi oleh atasanmu.”
Dani terkekeh. Mereka pun jalan bersama menuju toko tanaman.
Di seberang sana, jauh dari pandangan Dani dan Karen, sudah
ada sosok pria berbadan tinggi dengan memakai kacamata hitam dan jaket hitam
berkupluk sedang mengawasi kepergian Dani dan Karen. Setelah matanya memastikan
kedua manusia itu menghilang dari pandangannya, pria itu langsung memusatkan
perhatian pada rumah tak berpenghuni tersebut. Ternyata kedua agen itu masih
belum memperlihatkan batang hidungnya dan dengan langkah mantap ia menuju mobil
yang ditinggalkan Dani.
Kedua tangannya dimasukan pada jaket hitamnya. Saat sampai di
dekat mobil, ia melemparkan sesuatu pada kaca jendela yang tidak ditutup oleh
Dani.
***
Marc memasuki kamar mandi rumah tak berpenghuni tersebut, di
sana terdapat dua shower yang berbeda fungsi, tentu saja Marc tidak mengetahui
kalau kedua shower itu berbeda fungsi sampai dengan pikiran kritis Marc
memasuki salah satu shower itu.
Untuk apa menempatkan dua shower di satu kamar mandi? Itu lah
pertanyaan yang kini hinggap di otak Marc. Lelaki itu mengamati siap sisi
shower yang ia masuki, tidak ada yang mencurigakan. Tapi, kenapa harus dua
shower disatu kamar mandi? Sepertinya ada yang janggal.
Marc memegang keran shower yang berdebu itu dan dengan
tiba-tiba keran shower itu bisa ditekan. Marc mengernyitkan keningnya,
benar-benar sesuatu yang tak biasa dan pasti ada apa-apanya. Setelah di tekan,
munculah monitor dekat leher shower. Karena sudah tak terurus, suara dari
monitor itu terdengar seperti radio rusak. Tapi yang pasti Marc mendengar
bahwa monitor itu menyuruhnya untuk memasukan sandi.
***
Silahkan masukan sandi.
Dengan cepat Scott mengetik sandi yang diminta oleh monitor
kapsul tersebut. Setelah layar monitor berwarna hijau, dia dan seorang pria berkacamata
pun memasuki kapsul tersebut.
Di ruang rahasia, Vale dan Andrea sedang bermain biliar dan
seketika permainan mereka terhenti saat Scott datang bersama seorang pria
berkacamata.
“Halo Samuel. Senang berjumpa denganmu.” Vale merentangkan
lengannya dan memeluk pria berkacamata yang bernama Samuel tersebut.
“Halo juga Vale. Bagaimana perasaanmu setelah keluar dari
penajara?”
Vale melepaskan pelukannya dan mengkerutkan keningnya.
“Terlalu seram jika kau menyebutnya penjara, Samuel. Sebut saja ruangan berbesi
itu dengan nama goa.”
Samuel tertawa. Vale ikut tertawa dan seketika itu juga
berhenti.
“Jadi, apakah kau tertarik dengan tawaran kami?”
“Hanya orang bodoh yang tidak tertarik dengan tawaranmu Vale,
apalagi ke untungan yang didapat sangatlah besar.”
Vale mengangguk-ngangguk dan memberikan isyarat kepada Andrea
agar mengambil koper yang tergeletak di sofa berwarna merah maroon tersebut.
Vale memperlihatkan isi koper yang isinya emas batangan
tersebut. Samuel membelalakan matanya dan mengambil satu emas batangan
tersebut.
“Semuanya akan menjadi milikmu jika kau menjalankan tugas
kami sebaik-baiknya.”
Samuel mengangguk dengan mantap. “Tenang saja, aku tidak akan
mengecewakanmu Vale.”
bersambung.....
Nunggu kelanjutannya :D
BalasHapushahaa :D minggu ini dilanjut tapi gak janji ._.
Hapus