Jumat, 04 Juli 2014

Three Spaniard #6 (fanfiction)




#PELURU6


Percuma saja Marc, tidak menemukan petunjuk apapun di rumah tak berpenghuni tersebut. Walaupun dia sudah tenang dan memeriksa setiap sudut ruangan dengan teliti. Dan ketenangannya terganggu saat ia melihat jam tangan yang melingkar di lengan kirinya. Jarum jam menunjukan pukul 2. Dia tiak ingin meninggalkan pekerjaannya, tapi dia juga tidak ingin membatalkan janjinya dengan Amanda, dia tidak ingin membuat Amanda kecewa. Tapi apa daya, pekerjaannya ini amanat dari atasannya. 
 
Lelaki itu pun mengambil ponsel nya di saku celana dan mengetik pesan singkat kepada Amanda.

                                                                        ***
Amanda mematut dirinya di cermin sangat lama sekali. Rambutnya di biarkan ia gerai. Dia memakai baju kuning tak berlengan dan skinny jins yang membalut kaki nya.

Kring.. 

Ponselnya berbunyi. Amanda bangkit dari meja riasnya dan mengambil ponselnya di tas tangan yang berada di atas tempat tidurnya. Setelah membaca pesan tersebut, Amanda melempar ponselnya ke tempat tidur. Untung saja ponsel canggihnya tak membentur tembok. Wanita itu pun melepas antingnya dan membersihkan riasan di wajahnya.

                                                                        ***
Maafkan aku hari ini aku tidak bisa menepati janjiku. Ada pekerjaan mendadak yang membutuhkanku di lapangan. Maafkan aku Amanda.
-MM

Lima menit berselang. Ponsel Amanda kembali berbunyi. Dia tidak menghiraukan panggilan dari ponselnya itu ataupun pesan singkat yang masuk ke ponselnya.

Maafkan aku Amanda. Eum.. sebagai menebus kesalahanku, bagaimana kalau nanti malam kita nonton? Aku akan menjemputmu jam 8 di stopan.
-MM

Amanda menghela napas. Dan turun ke bawah untuk mengisi perutnya yang mulai berbunyi. 

Di ruang keluarga, masih ada Andrea, Karen dan Vale yang sedang berbincang-bincang. Amanda tak memperdulikan mereka dan mereka pun sepertinya tak menyadari kedatangan Amanda, tapi Karen tidak.

“Kak Amanda tidak jadi pergi? Katanya sore ini ada acara.” Ujar Karen.

“Oya? Kau akan pergi kemana dengan Scott?” tanya Andrea.

Amanda menggeleng dan saat membalikan badan dia mendapati pacarnya sedang berdiri di ambang pintu dapur. Scott memandang dirinya dengan tatapan menyelidik.

                                                                        ***
Scott memandang Amanda dengan tatapan menyelidik. Pergi? Sore ini? dengan siapa? Pria itu pun mengisyaratkan pada Amanda agar naik ke atas.

Tanpa memperdulikan pertanyaan dari Andrea, Scott naik ke tangga menyusul kekasihnya tersebut. Pintu kamarnya ia tutup. Dia memandangi Amanda yang sedang melipat tangannya di dada. Pria itu berdehem.


“Kau marah karena aku tidak membawa oleh-oleh?” tanya Scott.

Amanda membuang muka.

“Maafkan aku, aku tidak sempat membelikanmu barang-barang yang kau sebutkan di sms. Aku lupa.”

Amanda berdecak.

“Selain itu, kau juga lupa memberitau pacarmu bahwa kau akan pergi ke Valencia? Kau tau kan Scott aku sangat mengkhwatirkanmu.”

Scott tersenyum dan menghampiri Amanda.

“Apa susahnya mengirim pesan singkat kepadaku kalau kau hari ini akan ke Valencia. Dari tadi pagi aku mencari mu Scott.”

Pria itu mengibaskan helaian rambut Amanda yang menutupi wajah cantiknya. Dia tersenyum-senyum melihat pacarnya yang sedang marah tersebut.

“Kenapa sih semua lelaki lebih mementingkan pekerjaannya ketibang pacarnya!” perkataan Amanda menjurus kepada Marc juga. Dia sebal dengan Marc yang telah membatalkan janjinya.

Amanda menatap Scott yang masih tersenyum itu sementara dirinya mengkerutkan keningnya.

“Tadi aku dengar kau akan pergi siang ini. Memangnya kau mau kemana, cantik?”

“Pergi makan siang bersama Marc.” jawab Amanda santai.

Ekspresi Scott berubah, ia mengkerutkan keningnya.

“Jangan bilang kau menaruh hati pada lelaki itu.”

Amanda menyunggingkan senyumnya.

“Memangnya kenapa?” tantangnya.

“Ingat. Kemaren kita sudah melakukan hubungan panas dan sekarang kau menyukai lelaki lain. Begitu mudahnya kah kau melupakan apa yang kita lakukan kemarin?”

Amanda tertawa sumbang dan menjauh dari tubuh kekasihnya tersebut.

“Heyy Amanda, mau kemana kau?” tanya Scott dengan suara tinggi.

Amanda membalikan badannya. “Not your busnisse!”

                                                                        ***
Andrea menatap layar ponselnya dan membaca pesan dari salah satu anak buahnya.

“Karen,” ujar Andrea.

“Bisakah kau pergi ke toko tanaman yang ada di jalan LookGuilty?”

Karen mengernyitkan keningnya. 

“Katanya disana ada diskon untuk bibit bunga matahari. Bisakah kau membelinya sekarang? kita akan menanam bunga matahari di belakang rumah.”

“Baiklah.” Ujar Karen pasrah.

Setelah memastikan Karen sudah pergi meninggalkan rumah. Vale pun bertanya kepada Andrea.

“Ada apa di LookGuilty?” tanyanya.

“Tiga agen itu sedang melakukan investigasi di markas kita dulu.”

“Lantas, mengapa kau menyuruh Karen untuk pergi ke sana?”

“Aku menyuruhnya ke sana agar dia bisa dekat dengan Dani Pedrosa.”

Vale menjentikan jarinya mengerti. “Ah iya, permainan mu itu. Permainan yang sangat hebat melibatkan perempuan untuk mendapatkan informasi serta menghancurkan focus mereka.”

Andrea tersenyum walau hatinya ragu. Dia melibatkan adik tirinya Karen dalam menghancurkan focus ke tiga agen tersebut. Walaupun mereka sodara tiri, tapi Andrea telah menganggap Karen sebagai adik kandungnya.

Rencananya sama dengan apa yang dilakukan Amanda. Mendekati salah satu agen Spanyol tersebut. Bedanya, Amanda mengetahuinya, tetapi Karen tidak mengetahui bahwa dirinya sedang di manfaatkan.

                                                                        ***
Sejauh ini tidak ada pergerakan yang mencurigan di depan rumah tak berpenghuni tersebut. Dani dengan santai memutar radio dan memakan kacang yang ia simpan di dasbor mobil. Rupanya kacang ini sudah lama ia beli, untungnya kadaluarsanya masih lama.

Saat dia menatap jalan LookGuilty yang sepi, matanya menangkap sosok seorang perempuan yang sedang memandangi rumah yang sedang ia awasi. Karen. Sedang apa dia disana?

Dani keluar dari mobilnya dan menyebrang jalan untuk menemui Karen.

“Karen.” Panggil Dani.

Perempuan yang dipanggil pun membalikan badannya. 

“Hai Dani..” ujar Karen sebari melihat penampilan Dani dari atas sampai bawah. “Kau…” tunjuk Karen.
 
“Iya aku adalah salah satu petugas kepolisian, lebih tepatnya seorang Agen.”

Karen membulatkan bibirnya.

“Sedang apa kau disini?” Tanya Dani.

“Eum.. aku disuruh oleh kakakku untuk membeli bibit bunga matahari di toko tanaman didekat sini.”

Dani manggut-manggut. 

“Kau sendiri sedang apa, Dani?”

“Aku dan teman-temanku sedang mengawasi rumah itu.” Tunjuk Dani pada rumah tak berpenghuni yang ada dihadapannya.

Karen memandangi rumah tak berpengheni itu sekilas. Untuk apa Dani dan temannya mengawasi rumah yang tak berpenghuni?

“Kenapa kau mengawasi rumah yang tak berpenghuni itu?”

“Itu rahasia Karen.”

“Apakah ini ada kaitannya dengan kebebasan Valentino Rossi?” Tanya Karen ragu-ragu.

Dani menyeringai. “Aku tidak bisa menjawab pertanyaamu itu Karen. Tapi tenang saja kami akan melindungi semua warga Spanyol agar mereka tidak kecurian lagi.”

Karen tersenyum, tapi senyum itu dipaksakan. Ayah tirinya mencuri benda miliknya? Kau bercanda!

“Ngomong-ngomong kau akan pergi ke toko tanaman kan?”

“Iya, kenapa?”

“Ah tidak, aku hanya ingin menawarkan diriku untuk menemanimu.”

“Bukankah kau sedang tugas, kan?”

Dani tertawa. “Memang, tapi kelihatannya aman-aman saja.”

Karen ikut tertawa. “Yasudah, tapi jangan salahkan aku jika kau nanti dimarahi oleh atasanmu.”

Dani terkekeh. Mereka pun jalan bersama menuju toko tanaman.

Di seberang sana, jauh dari pandangan Dani dan Karen, sudah ada sosok pria berbadan tinggi dengan memakai kacamata hitam dan jaket hitam berkupluk sedang mengawasi kepergian Dani dan Karen. Setelah matanya memastikan kedua manusia itu menghilang dari pandangannya, pria itu langsung memusatkan perhatian pada rumah tak berpenghuni tersebut. Ternyata kedua agen itu masih belum memperlihatkan batang hidungnya dan dengan langkah mantap ia menuju mobil yang ditinggalkan Dani.

Kedua tangannya dimasukan pada jaket hitamnya. Saat sampai di dekat mobil, ia melemparkan sesuatu pada kaca jendela yang tidak ditutup oleh Dani.

                                                                        ***
Marc memasuki kamar mandi rumah tak berpenghuni tersebut, di sana terdapat dua shower yang berbeda fungsi, tentu saja Marc tidak mengetahui kalau kedua shower itu berbeda fungsi sampai dengan pikiran kritis Marc memasuki salah satu shower itu.

Untuk apa menempatkan dua shower di satu kamar mandi? Itu lah pertanyaan yang kini hinggap di otak Marc. Lelaki itu mengamati siap sisi shower yang ia masuki, tidak ada yang mencurigakan. Tapi, kenapa harus dua shower disatu kamar mandi? Sepertinya ada yang janggal.

Marc memegang keran shower yang berdebu itu dan dengan tiba-tiba keran shower itu bisa ditekan. Marc mengernyitkan keningnya, benar-benar sesuatu yang tak biasa dan pasti ada apa-apanya. Setelah di tekan, munculah monitor dekat leher shower. Karena sudah tak terurus, suara dari monitor itu terdengar seperti radio rusak. Tapi yang pasti Marc mendengar bahwa monitor itu menyuruhnya untuk memasukan sandi.

                                                                        ***
Silahkan masukan sandi.

Dengan cepat Scott mengetik sandi yang diminta oleh monitor kapsul tersebut. Setelah layar monitor berwarna hijau, dia dan seorang pria berkacamata pun memasuki kapsul tersebut.

Di ruang rahasia, Vale dan Andrea sedang bermain biliar dan seketika permainan mereka terhenti saat Scott datang bersama seorang pria berkacamata.

“Halo Samuel. Senang berjumpa denganmu.” Vale merentangkan lengannya dan memeluk pria berkacamata yang bernama Samuel tersebut.

“Halo juga Vale. Bagaimana perasaanmu setelah keluar dari penajara?”

Vale melepaskan pelukannya dan mengkerutkan keningnya. “Terlalu seram jika kau menyebutnya penjara, Samuel. Sebut saja ruangan berbesi itu dengan nama goa.”

Samuel tertawa. Vale ikut tertawa dan seketika itu juga berhenti.

“Jadi, apakah kau tertarik dengan tawaran kami?”

“Hanya orang bodoh yang tidak tertarik dengan tawaranmu Vale, apalagi ke untungan yang didapat sangatlah besar.”

Vale mengangguk-ngangguk dan memberikan isyarat kepada Andrea agar mengambil koper yang tergeletak di sofa berwarna merah maroon tersebut.

Vale memperlihatkan isi koper yang isinya emas batangan tersebut. Samuel membelalakan matanya dan mengambil satu emas batangan tersebut.

“Semuanya akan menjadi milikmu jika kau menjalankan tugas kami sebaik-baiknya.”

Samuel mengangguk dengan mantap. “Tenang saja, aku tidak akan mengecewakanmu Vale.”

bersambung.....

2 komentar: