Selasa, 05 Agustus 2014

Curhat Tentang Pembuatan Fanficton Damsel in Distress

Aku nulis apa yang aku ingin tulis dan yang ada dikepala aku, tentunya dengan melakukan penyaringan dulu yaa.. Jadi, post kali ini gak terlalu penting sih hehe :D tapi, kalau kata aku ini penting! kalau aku gak nge-post bisa-bisa kalimat yang bertebaran dikepala aku ini meledak! lebih tepatnya kepala aku yang meledak haha -_-

Okey seperti judulnya di atas, curhat, hmm.. aku mau curhat tentang pembuatan salah satu fanfictionku, Damsel in Distress. Aku semangat banget nulisnya dan juga aku buat semua tokohnya itu ada orangnya, maksudnya orangtua Allen dan Amanda juga aku buat, yang biasanya gak pernah aku pake foto sekarang aku pake foto. Aku pengen semuanya itu kebayang gimana wajah orangtuanya Allen dan Amanda haha...

Tau kan yaa part 1 Damsel in Distress itu nyeritain apa. Pasangan yang backstreet dan akhirnya ketauan oleh media bahwa rider MotoGP yang super ganteng itu udah punya pacar terus si Marc bikin konfrensi pers deh bahwa dirinya memang memiliki hubungan spesial dengan Allen Cassandria, ulalalaa~

Tapi, semua semangat untuk nulis Damsel in Distress itu berubah ketika aku membaca berita di Berita Sirkuit. You know lah apa yang dikatakan oleh berita itu. Sumpah, aku langsung drop. Aku langsunga males nulis FF, rasanya itu kayak gak bisa ngasih nyawa lagi buat semua FF aku *cielah*. Percaya atau enggak aku langsing muriang baca tuh berita. Mana pas muriang itu malem takbiran, besok lebaran lagi dan semuanya lebih drop pas aku pulang dari makam. Orang yang aku suka nge-BM aku dan ngomong blablabalabaaa yang ngebuat semuanya sudah jelas. No antapani, no sebastian atau pun raheut *istilah anak-anak kelas* Great!!!!!!!

Punya keinginan untuk gak nyelesain FF Damsel in Distress ini tapi, aku gamau. Aku yang memulai cerita Damsel in Distress jadi aku harus mengakhiri cerita itu dong, ya mau gamau. Jadi, aku mulai baca dari awal cerita Damsel in Distress dan aku.... melongo.

Kayaknya aku cuman parno doang deh tapi, aku ngerasa FF itu kayak yang nyata ya. Di FF itu diceritakan kalau Marc udah punya pacar dan melekaukan konfrensi pers bahwa dia memang sudah punya pacar dan...... di Berita Sirkuit itu mengatakan kalau.... Ah ya ampun, aku cuman parno kan? ini cuman salah satu sifat freak aku yang nanggepin kalau FF ini jadi nyata kan? :') tapi... pas aku udah buat FF ini beberapa minggu kemudian berita di Berita Sirkuit itu nongol. asdfghjkl!

Tapi aku pernah buat cerita yang bener-bener jadi nyata. Pas aku SD aku buat cerita dengan setting anak SMP. Ketika tokoh utamanya itu naik ke kelas 8, disekolahnya itu kedatangan murid baru. Si tokoh utama dan murid baru ini jadi suka gitu terus pacaran, tamat, sesederhana itu sih ceritanya haha.. Tapi, kamu tau apa? semua itu jadi kenyataan! ada murid baru di sekolahku ketika aku naik ke kelas 8. Waw, Dan untungnya aku gak suka sama dia bahkan gak jadi pacarnya, hahaa untunglah tidak semuanya menjadi kenyataan karena aku bukan Drosselmeyer kan? Ya jelas lah bukan -_- (Drosselmeyer adalah salah satu tokoh yang ada di Princess Tutu, seorang penulis yang memiliki bakat bahwa tulisannya itu menjadi kenyataan).

Well, malem tadi aku bosen banget. Aku udah nulis FF, lagi on Twitter, ask.fm, liat youtube dan terus seperti itu. Aku bosan! dan.. aha! aku punya ide. Aku buat ini, masih berhubungan dengan Damsel in Distress juga sih hahaa :D cuman iseng sih bikinnya juga haha

tada....
Gatau kenapa aku paling seneng buat cover suatu FF hihii :D bahkan buatnya juga bisa memakan waktu berjam-jam wkwkw. Soalnya aku suka bingung mau pasang foto yang mana, biar cocok gitu deh. 

Aku akan menjelaskan kenapa aku pasang foto yang posenya gitu, itu atau pun itu *apasih*. Semuanya ada artinya lho :D karena ekspresi dari wajah mereka di atas itu mempresentasikan kaarkter mereka dalam FF aku :D. Okey, kita akan mulai dari tokoh utama. Cekidot :D.

1. Cara Delevingne as Allen Cassandria
Tau kan yang mana Cara? itu lho yang fotonya pojok kanan atas. Sebenarnya Cara Delevingne itu cantik, gak kalah cantik kok sama Barbara. Alasan aku masang foto Cara yang itu karena biar nyambung sama sifat Allen yang songong dan juga... yaa jahat (sedikit).

2. Marc Marquez as Himself
Aku bingung mau pasang foto Marc yang gimana. Semuanya itu pada ganteng-ganteng haha :D dan akhirnya aku milih foto yang itu, yang ekspresi Marc bingung gitu, lagi mikir gitu deh. Jadi, tebak deh part selanjutnya dia bakal aku gimanain *waduh*. Sengaja yaa aku gak pasang foto Marc yang senyum. Soalnya dia gak senyum aja udah ganteng gimana udah senyum haha :D.

3. Barbara Palvin as Amanda Garcia
Hmm... buat yang satu ini aku masang foto yang Barbara nya lagi senyum, biar pantes dengan karakter yang aku buat. Dan.... baru nyadar kalau foto Barbara yang aku ambil ini ternyata lebih cantik daripada Cara -.-*tapi Cara cantik tau* Sengaja sih haha :D ada permainan dibalik itu semua :p *cielah*

4. Logan Lerman as Himself
Okey, dia adalah pemain baru di FF ini. Aku sengaja nambahin tokoh cowok untuk meramaikan FF ini dan kenapa harus Logan Lerman? pertama, aku fans banget sama dia dan kedua, dia ganteng bangeeeettt!!! Lihat deh di foto itu, haaaa pingsan di tempat deh gue haha -_-. Fyi aja sih ya, aku bingung banget mau pasang foto Logan yang mana soalnya semuanya ganteng, secara gitu Loganteng banget wkwkwk.
Oia, karakter dia kayak gimana? hmm.. coba baca raut wajah dia di cover itu kayak gimana hihi :D.

5. Lana Del Rey as Lana Garcia
Aku lagi seneng sama lagu Lana Del Rey dan kayaknya dia cocok deh buat jadi Ibu nya Amanda yang sifatnya itu..... see next yaa? :p dengerin deh lagunya yang Born to Die atau Summer Time Sadness, nah kalian bakal tau karakter dari Lana Garcia ini bagaimana *hah?*

6. Andrew Airlie as Fred Cassandria
Pernah liat main di film Geek Charming sebagai ayah dari Dylan yang memiliki mall serta kaya raya, aku jadi kepikiran buat jadiin dia sebagai Dad nya Allen yang super duper kaya itu hihii :D

7. Jennifer Connelly as Sarah Cassandria
Pertama ngeliat Jennifer ini pas aku nonton film Noah di rumah temen. Dia berperan sebagai istrinya Noah yang sangat ke ibuan. Dari situ aku jadiin dia sebagai Mom nya Allen yang ke ibuan gitu hehe..

Well, itulah tokoh-tokoh yang ada di Damsel in Distress. Rencananya sih bakal ada 13 part tapi, itu masih rencananya yaa.. aku harap kalian suka dengan FF ini :) dan harapan khususku untuk judul FF ini adalah agar nih judul gak ngutuk si penulisnya *naudzubillah* yeah... Damsel in Distress.

Minggu, 03 Agustus 2014

Damsel in Distress #2 (fanfiction)





Starring:
Marc Marquez as himself
Cara Delevingne as Allen Cassandria
Barbara Palvin as Amanda Garcia
Logan Lerman as himself
Lana Del Rey as Lana Garcia
Andrew Airlie as Fred Cassandria
Jennifer Connely as Sarah Cassandria

#Part2
 


Sebenarnya Allen merasa risih setelah Marc mengadakan konfrensi pers mengenai hubungan mereka. Banyak kilatan lampu para wartawan yang memotret dirinya dengan Marc ketika mereka jalan bersama. Ada juga wartawan gigih yang datang ke apartemennya ingin mewawancarai dirinya tentang sosok Marc dari sudut pandang pacarnya. Belum lagi teman-teman model nya memaksa Allen untuk membawa Marc ke tempat kerja dengan alasan mereka ingin berfoto bersama dengan rider MotoGP tersebut.

Maka dari itu Allen lebih nyaman hubungannya dengan Marc tidak dipublikasikan. Dia lebih senang mengirim pesan singkan kepada Marc untuk menemuinya di suatu tempat yang sepi dengan syarat tidak ada yang mengikutinya. Menurutnya itu lebih menyenangkan daripada kemana-kemana disorot oleh kamera wartawan.

Allen menghela napas setelah melewati semua itu. Dia melirik ke arah pria yang tertidur di sebelahnya. Dilihatnya setiap inci dari wajah pria itu. Halis, hidung, bibir, semuanya sempurna. Dia ingin semua kesempurnaan milik Marc ini hanya dimilika nya seorang.

“Marc,” gumamnya. Di sentuhnya bibir Marc dengan jari Allen. Senyum mengembang dari wajah cantiknya.

                                                                        *****
Mentari telah muncul dari peraduannya. Burung-burung berkicau menandakan pagi telah tiba. Allen membuka matanya pelan dan mendapati seseorang sedang memperhatikan dirinya percis di depannya.

“Marc!” ujar Allen kaget. “Untuk apa kau berada sedekat itu dengan wajahku?”

Marc tertawa dan duduk di atas Kasur. “Melihat kau tertidur. Memang apa lagi?”

Allen geleng-geleng kepala sembari tersenyum. “Seperti tidak ada kerjaan saja.” Ujarnya sembari bangkit dari Kasur tapi, lengannya di tarik oleh Marc sehingga tubuh Allen kembali terjatuh di Kasur.

“Mau kemana?” tanya Marc menarik tubuh Allen pada pelukannya.

Allen melihat ke arah Marc dan mencium bibir pria itu sekilas. “Aku mau mandi. Kau taukan aku  paling tidak tahan jika sudah bangun tidur tidak langsung mandi.”

Marc mengangguk dan mencium ubun-ubun Allen. “Kebiasan bagus, sayang. Oh iya, sore nanti aku ada tes di Brno. Kau mau ikut?”

“Menurutmu aku ikut atau jangan?”

Marc tertawa. Inilah kebiasan Allen, selalu melemparkan pertanyaan lagi pada orang yang bertanya pada dirinya.

“Tentu saja iya. Aku ingin kau berada di paddock untuk pertama kalinya kita pacaran.”

                                                                        *****
Allen memakai earmuff warna cokelatnya. Wanita itu paling tidak suka dengan suara bising motor atau mobil balap. Dia juga tidak menyukai profesi Marc yang menjadi rider. Di apartemennya dia tidak pernah menonton balapan, palingan kalau menonton dia akan menonton sesi podiumnya saja, itu pun kalau kekasihnya naik podium.

Dan sekarang, dirinya berada di lintasan balap lebih tepatnya di paddock Honda. Dia menyilangkan kaki nya dan menatap layar ponselnya dengan bosan.

“Hay,” ujar seorang wanita menyapa Allen. Tapi, Allen tidak menggubris sapaan itu. 

Wanita itu menghela napas dan duduk disebelah Allen.

“Kau Allen kan?” ujarnya dan mencolek bahu Allen.

Allen melihat ke arah orang yang mencoleknya dan melepas earmuff-nya.

“Iya?”

“Aku Vannesa, kau Allen kan?” ujar Vannesa mengulurkan tangannya.

Allen menjabat tangan Vannesa sebentar lalu mengangguk untuk membalas pertanyaan Vanne.

“Pasti ini kali pertamu menemani Marc di lintasan balap ya?”

Allen mengangguk lagi dan menundukan kepalanya memainkan ponselnya. Ia tidak membuka suara sedikit pun atau pun tersenyum saat Vanne bertanya kepada dirinya. Vannesa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku kekasih Marc Marquez itu. Sangat beda dengan Marc yang selalu ramah kepada siapa pun.

Derung mesin di berhentikan, Marc masuk ke paddock-nya masih menggunakan helm. Allen tersenyum melihat kekasihnya itu datang. Dia bangkit dan membukakan helm Marc. 

“Tes nya berjalan dengan lancar lho, berarti aku mendapatkan hadiah darimu kan?” ujar Marc manja.

Allen tersenyum dan melumat bibir Marc dengan lembut.

Melihat itu Vanne cekikian. “Okey sebaiknya aku pergi. Selamat bersenang-sennag love birds,” ujar Vanne berlalu.

                                                                        *****
Marc melingkarkan lengannya kepada pinggang ramping Allen. Pria itu terlihat membisikan sesuatu kepada Allen yang membuat wanita itu tersenyum. Mereka terlihat sangat bahagia tapi, kebahagiaan itu –lebih tepatnya kebahagiaan Allen harus hilang lantaran ada dua orang penggemar Marc yang mencegat mereka berdua.

“Marc Marquez!!” pekik kedua gadis itu.

Allen memutar bola matanya. Berisik sekali, ujarnya dalam hati.

“Marc aku minta foto berdua denganmu, ya?” ajak gadis berambut sebahu itu menarik Marc.

Allen membelalakan matanya melihat kekasihnya ditarik begitu saja tanpa izin darinya. Wanita itu melipat lengannya didada dan menatap malas pemandangan yang ada di depannya. Ke dua gadis itu terlihat senang, sementara Marc dia melemparkan senyum menawannya kepada penggemarnya. Sungguh, perilaku yang membuat Allen muak. Dia tidak ingin Marc memberikan senyum atau tawa renyahnya itu kepada para penggemarnya, kepada siapa pun! Sungguh, senyum dan tawa Marc itu seperti candu dunia. Sekali kau melihatnya kau akan ketagihan untuk melihatnya kembali.

“Maaf, maukah kau membantu kami?” tanya gadis berambut sebahu tersebut.

Allen menaikan halisnya.
 
“Maukah kau memoto kami bertiga?” pinta gadis yang satunya lagi.

“Hah? Kau menyuruhku?” ujar Allen dengan suara ditinggikan.

Kedua gadis itu mengangguk.

Allen berdecak dan meninggalkan mereka bertiga.

Marc bengong melihat perilaku pacarnya tersebut. “Allen, mau kemana?” tanya Marc.

Allen berhenti dan membalikan badannya. “Aku sibuk, bye..”

Marc menghela napas dan menghampiri Allen.

“Bisakah kau berlaku baik kepada penggemarku?”

“Misalnya?” tantang Allen.

Marc geleng-geleng kepala. ‘penyakit’ Allen kambuh lagi.

Allen mendengus kesal. “Dengar Marc, aku disuruh untuk memotret pacarku di gandeng oleh kedua orang gadis bodoh. Hello… kau kira yang memotret itu siapa? Mamah-mu? Bukan! Pacarmu Marc!” Allen melirik kepada kedua gadis yang berbisik-bisik itu dengan pandangan sengit.

“Sssttt pelankan suaramu Allen.”

Allen memutar bola matanya. “Sudah aku mau pulang aku muak berada disini,” ujarnya berlalu.

                                                                        *****
Dari mulai check out hotel sampai dengan sekarang di pesawat, Allen tidak mau buka suara dengan Marc. Dia sangat sebal dengan sifat Marc barusan. Seolah-olah pacarnya itu lebih menyayangi fans nya daripada dirinya. 

Sementara Marc, dia mencoba membuat obrolan ringan dengan Allen tapi, wanita itu hanya membalas ucapannya dengan bahasa tubuhnya. Karena merasa tidak nyaman dengan sifat pacarnya tersebut, Marc memberanikan diri bertanya tentang kejadian barusan walaupun pacarnya itu akan kambuh lagi penyakitnya.

“Kau ini kenapa Allen? Kau marah bila aku berfoto dengan fans ku?” tanya Marc.

Allen tak menjawab. Dia sedang serius dengan layar ponselnya.

“Allen?”
 
“Hmm?”

Marc menghela napas dan merebut ponsel pacarnya.

“Hey!” protes Allen.

“Kau ini kenapa sih?”

Allen menyenderkan punggungnya dan menatap awan biru yang indah.

“Kau ini kenapa Allen? Kau tidak suka jika aku berfoto dengan fans ku?” tanya Marc sekali lagi.

Allen melihat ke arah Marc dan berdehem. “Dengar Marc, semenjak aku pacaran denganmu bahkan sejak pertama kali aku mengenalmu aku sudah tidak suka dengan fans mu itu, terutama fans perempuanmu. Mereka membuatku,-“

“Cemburu?” potong Marc.

“Ya tentu saja,” jawab Allen dengan cepat. Wanita itu menghela napas dan melihat ke arah ponsel yang digenggam oleh Marc.

“Mereka juga mengolok-ngolokku di media social.”

Marc mengkerutkan keningnya.

“Kalau kau tidak percaya, kau bisa lihat di twitter atau facebook. Aku sakit hati Marc diolok-olok seperti itu!”

“Yasudah nanti aku akan buat tweet yang menyuruh mereka agar jangan mengolok-ngolokmu lagi.” Marc akan mengelus pipi Allen dengan punggung lengannya tapi, ia urungkan niatnya lantaran pacarnya itu malah memalingkan wajah.

                                                                        *****
Marc memandangai langit-langit kamarnya. Hari ini rencanya ia akan jalan-jalan ke Disney Land yang ada di Pranciss dengan Allen. Tapi, rencana tinggalah rencana. Pacarnya itu sedang menajalani pemotretan untuk salah satu tas branded yang ia buat.

Pria itu mengambil ponselnya dan melihat tanggal yang tertera di pojok kanan atas. Besok adalah hari ulangtahun Allen. Kado apa ya yang pantas Marc berikan kepada Allen? Tas? Sepatu? Pacarnya itu sudah memiliki lusinan tas dan sepatu. Jadi, dia ingin memberika kado yang berbeda.

Aha! Marc punya ide.

Pria itu mengambil kunci mobilnya dan menuju ke tempat yang dimana Allen tidak pernah mengunjunginya.

                                                                        *****
Amanda tengah memilih-milih novel untuk menambah koleksinya. Pedahal, di tangan sebelah kiri gadis itu sudah membawa dua novel yang ia pilih. Tapi, demi mendapatkan diskon gadis itu ingin membeli satu lagi novel. Karena setiap pembelian lebih dari 7 euro akan mendapatkan diskon sebesar 15%, hmm lumayan.

Bug

Novel yang ditarik oleh Amanda terjatuh dan novel itu jatuh di dekat sepatu pria yang memakai pakaian serba hitam plus kacamata hitam rayban.

“Maaf,” ujar Amanda dan mengambil novel yang ia jatuhkan.

“Iya tak apa-apa,” sahut pria tersebut. Pria itu menolak pinggangnya dan membuka kacamatanya. Matanya dengan cepat membaca judul novel yang ada di rak buku. Dan pada saat itu Amanda menjerit histeris.

“Kau kenapa?” tanya Marc kaget.

“Kau.. kau Marc Marquez?” tanya Amanda tergagap-gagap.

Marc menaikan halisnya dan mengangguk.

“Ya Tuhan aku tak menyangka bisa bertemu denganmu disini. Aku salah satu penggemarmu Marc! Aku selalu menonton setiap race dan kau melaju sangat kencang tak terkalahkan.” Amanda menghela napas dan tersenyum manis. “Aku tak menyangka bisa bertemu denganmu,” ujarnya sekali lagi.

“Wah terimakasih ya telah menonton balapannya,” ujar Marc.

Amanda mengangguk dan mengkerut kan keningnya. “Well, kau sedang mencari novel?”

Marc mengangguk, kemudian fokus pada judul-judul novel yang akan ia beli.

“Untuk?”

“Untuk orang yang sangat special, Allen.” Marc tersenyum senyum saat dirinya mengucapkan nama Allen.

Amanda tertegun. Allen? Pikirannya tertuju pada seseorang yang ia kenal tapi, bukankah yang bernama Allen di dunia ini banyak kan? Jadi, tidak mungkin Allen yang disebutkan oleh Marc adalah Allen yang ia kenal, teman baiknya.

“Maaf, apa nama lengkap Allen? Karena aku mempunyai teman yang bernama Allen juga, tau saja Allen yang kau maksud adalah temanku.”

Marc melihat ke arah Amanda dan memandanginya dari atas sampai bawah. Mustahil bila pacarnya itu berteman dengan orang kutu buku seperti itu.

“Allen Cassandria Hernandez,” jawab Marc.

Amanda menganga. Waw, dunia ini memang sempit.

“Dia teman baikmu?” tanya Marc.

Amanda mengangguk. “Ya dia teman baikku. Kami berteman sejak kelas 7 tapi, kami kehilangan kontak saat kami sudah lulus SMA padahal kami berteman baik lho.”

Marc mengkerutkan keningnya. Pacarnya itu berteman dengan gadis kutu buku? Pacarnya yang selalu milih-milih teman itu? Marc masih tidak percaya.

“Kalau kau tidak percaya kau bisa tanyakan itu kepada Allen. Sebutkan saja nama Amanda Garcia dia pasti mengenalnya.”

Marc mengangguk kaku. Pacarnya itu memang seperti buku tertutup. Jika kau ingin mengetahui isinya kau harus membacanya, tentu saja dengan meminta izin kepada pemiliknya.


bersambung.....


saran dan kritik? hihii..
via twitter : @sindehpujiyanti
via bbm : 7caf6830

Jumat, 01 Agustus 2014

Three Spaniard #7 (fanfiction)




Hope you like it, guys :)


#PELURU7

Ketiga agen itu kini berada di apatemen Marc. Mereka dipusingkan oleh surat kaleng yang dilemparkan seseorang ke mobil Dani.


Besok jam 2. Bartolomeu Dias. Aku akan memberitaumu tentang Valentino Rossi.

Marc geleng-geleng kepala tidak mengerti maksud dari surat tersebut. memberitau tentang Valentino Rossi? Kenapa? Dan…siapa orang yang mengirim surat tersebut?

Jorge menghela napas dan mengambil surat tersebut. ia pandangi lekat-lekat tulisan tersebut, siapa tau ada petunjuk yang terselip dalam tulisan itu.

“Menurut kalian, ini hanya sebuah surat kaleng atau benar-benar surat?”

“Jika itu benar-benar surat, untuk apa si pengirim memberitau kita tentang Vale, apakah si pengirim ada di pihak kita? Dan sebenarnya siapa si pengirim itu?” tanya Marc bertubi-tubi.

Dani menghela napas. “Sebaiknya kita berikan ini kepada Dorna.”

Marc mengangguk. “Ya, pastinya. Besar kecilnya kita mendapatkan informasi, kita harus memberitau kepada atasan.”

“Besok jam 2, Bartolomeu Dias. Maksudnya apa?” gumam Jorge.

Marc menyenderkan punggungnya dan memejamkan matanya. Rasanya lelah jika dia harus di hadapkan pada situasi seperti ini, lagi. Lelaki itu menggelengkan kepalanya cepat. Aku tidak boleh mengeluh, gumamnya dalam hati.

“Maksudnya, kau disuruh datang besok jam 2 di La Rambla. Kau tau kan disana ada patung Bartolomeu Dias. Sepertinya si pengirim menyuruh kita untuk bertemu dengannya disana.”

“Face to face?” tanya Dani.

Marc mengangkat bahunya.

                                                                        ***
Setelah dia membeli bibit bunga matahari yang nyatanya bibit itu tidak diskon, Karen cepat-cepat pulang ke rumah dan ingin menanyakan sesuatu pada Andre.

I need to talk you,” ujar Karen pada Andrea yang baru saja keluar dari kamar mandi. 

Andrea mengangkat halisnya.

“Kau baru saja dari kapsul itu? Apakah ada Vale? Aku ingin menanyakan sesuatu padanya.”

“Kau ini kenapa sih?” Andrea memegang pergelangan Karen dan membawanya ke ruang keluarga.

“Kau membohongiku!” teriak Karen.

“Apa? Membohongimu?”

Karen berdecak. “Kau tau kan toko bibit bunga itu tidak sedang diskon.”
 
Andrea mengangkat halisnya.

Karen memutar bola matanya dan menghempaskan tubuhnya pada sofa berwarna putih.

“Dan juga, disana ada Dani. Kau tau kan dia agen Spanyol. Sepertinya mereka sedang memeriksa rumah kerja Vale disana, memangnya ada apa?” tanya Karen dengan lembut, siapa tau Andrea akan menjawab pertanyaannya itu.

Lelaki itu tersenyum dan mengacak-ngacak rambut adik tirinya. "Sebaiknya kau pergi ke salon atau berbelanja ke mall. Tabunganmu sudah diisi oleh Vale lho," ucap Andrea berlalu.

Amanda mendengus. “Hey! Aku tidak butuh uang, aku hanya butuh jawaban dari pertanyaanku itu! ” teriak Karen. Tapi percuma saja, Andrea tidak memberikan jawaban.

                                                                        ***
Marc menyesap kopinya yang ia beli di kantin kantornya. Sebenarnya sekarang sedang di adakan rapat yang membahas tentang pesan kaleng yang mereka terima saat di Jl. LookGuilty. Disaat genting seperti itu Marc malah berbohong izin kepada atasan dan rekan-rekannya untuk pergi ke kamar kecil sebentar. Tapi, nyatanya? Dia ada di kantin sedang membaca pesan yang Amanda kirim sore tadi.

Baiklah, jam 8 di stopan. Aku akan berada disana menunggumu. Tapi, jika kau membatalkan janjimu untuk yang ke tiga kalinya… aku tidak mau bertemu denganmu lagi, Marc. Maaf saja, aku tidak suka dengan lelaki yang selalu membatalkan janjinya. Aku harap kau mengerti itu :)
-Amanda

Marc menghela napas dan memasukan ponselnya ke saku celana PDH yang berwarna biru dongker. Dia bingung, apakah dia harus meninggalkan rapat yang mendadak ini dan pergi menemui Amanda atau… sebaliknya? Tapi, dia tidak ingin membatalkan janjinya lagi dengan Amanda. Ditambah dia menaruh hati kepada wanita blonde itu.

Akhirnya lelaki itu memutuskan pilihannya. Walaupun dia akan mendapatkan sanksi dari keputusannya.

                                                                        ***
Jorge melihat jam yang melingkar dilengan kirinya kemudian mendongak melihat kursi di seberangnya yang kosong. Itu adalah tempat Marc Marquez dan lelaki itu belum menampakan batang hidungnya. 

“Kemana Marc?” bisik Jorge pada Dani yang duduk disebelahnya.

“Bukannya dia pergi ke kamar kecil, kan?”

“Tapi dia belum kembali, Dani.”

Dani mengangkat bahunya.

Jorge menghela napas. Kemana anak itu? Atau jangan-jangan ia pergi dengan… ah ia, Marc pasti berkencan dengan gadis yang Jorge temui di apartemen Marc.

                                                                        ***
Marc memacu kencang mobil Audi putih miliknya. Dia berbelok tajam dan mengerem mendadak saat matanya melihat toko bunga. Sudah telat tidak membawa apa-apa pula, malu kan? Maka dari itu Marc inisiatif membeli bunga untuk Amanda.

“Yang ini saja,” ujar Marc mengambil buket bunga mawar merah.

Wanita tua pemilik toko bunga itu pun berjalan ke arah kasir dengan jalan seperti penguin. Marc menghela napas melihat cara berjalan wanitu tua itu yang lambat. Lelaki itu melihat jam tangannya, ini sudah jam 8.30, dia sudah telat 30 menit.

“Kembaliannya simpan saja,” ujar Marc berlalu.

Wanita tua itu berbalik dan mendapati pelanggan yang baik nan tampan itu sudah tidak ada. “Mungkin dia malaikat yang mampir ke toko bungaku,” ucapnya.

Marc memarkirkan mobilnya di pinggir trotoar. Dia melihat kesana kemari tapi tidak ada siapa-siapa. Kemana Amanda? Apakah wanita itu pulang begitu saja karena bosan menunggu Marc? bisa jadi.

Marc mengacak-ngacak rambutnya dan duduk bangku pinggir lampu jalan. Dia menatap mawar yang ia beli. Jadi, percuma saja dia membeli bunga mawar kalau hari ini atau besok dia tidak akan bertemu dengan Amanda.

“Hey, mencari seseorang?” ujar suara mengagetkan Marc.

Marc bangkit dan melihat kebelakang. Ternyata Amanda datang! Lelaki itu menghampiri Amanda dan spontan memeluk wanita tersebut.

“Kau kenapa Marc?” tanya Amanda kaget.

Marc melepaskan pelukannya dan menggeleng. “Aku hanya khawatir kau tidak akan datang dan tidak akan bertemu denganku besok atau pun minggu depan. Karena…” marc mengangkat bahunya, tak mengerti bagaimana mendekskrepsikan perasaannya jika ia tidak bisa bertemu dengan Amanda. “Entahlah, rasanya aku tidak mau jika harus tidak melihatmu. Maaf ya aku telat.” Marc memberikan bunga mawar dan mencium pipi Amanda.

Amanda menatap Marc dan mengkerutkan keningnya.

“Eh, maaf.” Ujar Marc.

“Tidak apa-apa.” Amanda menundukan kepalanya dan pura-pura mencium wangi mawar. Pedahal dalam pikirannya dia bertanya-tanya akan kelakuan Marc barusan. Agen itu mencium dirinya? Apakah Marc Marquez sudah jatuh cinta kepada dirinya?

                                                                        ***
Scott keluar dari kapsul dengan raut wajah marah. Pacarnya itu tidak membalas sms-nya atau pun mengangkat panggilannya. 

“Hay kak Scott,” sapa Karen yang sedang memakan pudding cokelat.

“Hay. Kau lihat Amanda tidak?” tanya Scott menghampiri Karen.

Karen mengangkat bahunya. “Oh iya, bisakah aku meminta penjelasan kepadamu?”

Scott mengkerutkan keningnya dan menarik kursi disebrang Karen. “Ya, kenapa?”

“Langsung ke intinya saja. Tadi, aku lihat ada agen yang memeriksa rumah kerja Vale. Memangnya ada apa? Bukannya Vale sudah bebas sudah bersih dari segala tuntutan?”

Scott menghela napas. “Anak kecil seperti mu tak usah ikut campur atau pun tau tentang semua ini.”

“Memangnya kenapa?”

Scott mendengus kesal. Anak ini selalu saja bertanya terus menerus jika dia tidak mendapatkan jawaban yang pasti.

“Memangnya kenapa? Aku kan sudah besar dan juga… aku kan anak Vale.”

“Kau ingin tau sekali kenapa agen itu memeriksa rumah kerja Vale yang dulu?”

Karen mengangguk cepat.

Scott nyengir melihat reaksi Karen yang sangat penasaran. “Kalau begitu, kau cari dulu Amanda dan ajak dia pulang. Kalau kau sudah mengerjakan perintahku itu, akan ku jawab semua pertanyaan mu itu.”

Karen menyenderkan punggungnya. “Langit sudah gelap juga mau hujan.”

Scott berajak dari duduknya. “Yasudah kalau tidak mau juga tak apa-apa,” ucapnya berlalu.

Karen mendengus dan memakan kembali pudding cokelatnya. Gadis itu tau kalau Scott hanya memanfaatkannya saja dan pada akhirnya tidak akan menjawab pertanyaannya, walaupun kalau dijawab pasti jawabannya itu asal-asalan. Selalu seperti itu. 

Gadis itu merasa kesepian dirumah yang luas ini. Dan entah mengapa dirinya merasa ingin bertemu dengan Dani. Lelaki itu sangat baik dan rasanya nyaman saja jika ia berada didekat Dani. 

Karen senyum-senyum sendiri membayangkan awal pertemuannya dengan agen Spanyol itu. Ah, cupid kau sudah menembakan salah satu panahmu itu padaku.

bersambung....